KAIRO, KOMPAS.com — Setelah 11 hari protes antipemerintah yang ditandai kerusuhan mematikan, rezim Mesir tampak sedang mencoba untuk menemukan "jalan keluar terhormat" bagi Presiden Hosni Mubarak yang telah berkuasa selama 30 tahun.
Mubarak (82) telah berjanji bahwa ia tidak akan maju lagi pada pemilihan umum pada September mendatang. Namun, para pemrotes terus menuntut agar ia mundur sekarang juga.
Perdana Menteri yang baru diangkat, Ahmed Shafiq, Jumat (4/2/2011), tampak menggemakan hal itu dalam komentarnya untuk stasiun televisi Al-Hurra. Ia menekankan perlunya sebuah "kepergian terhormat" bagi penguasa yang diprotes rakyatnya itu. "Mayoritas rakyat Mesir ingin menghormati seorang presiden yang telah menghabiskan waktu lama dalam kekuasaan dengan sebuah cara beradab yang sesuai dengan sifat dasar orang-orang Mesir," kata Shafiq kepada saluran berita itu.
Kepala negara dan mantan petinggi militer itu telah menawarkan berbagai reformasi dalam upaya untuk menenangkan para demonstran. Ia telah membubarkan pemerintahannya dan berjanji untuk mempermudah kondisi bagi pencalonan presiden.
Mubarak sendiri mengatakan dalam sebuah wawancara pada Kamis malam bahwa ia ingin mundur, tetapi takut kekacauan bakal terjadi. Dalam pidato televisi terbaru untuk bangsanya, Selasa, Mubarak tampaknya mencoba untuk menarik hati rakyatnya dengan mengatakan, Mesir merupakan "bangsa yang saya bela dan tempat bagi saya ketika mati nanti. Tanggung jawab utama saya sekarang adalah memberi keamanan dan stabilitas bagi bangsa demi memastikan transisi kekuasaan secara damai."
Bagaimanapun, Mubarak terlihat rendah hati beberapa hari ini sejak ia menunjuk seorang wakil presiden untuk pertama kalinya dalam tiga dekade pemerintahannya, yaitu Kepala Intelijen Omar Suleiman. Sebagian besar perubahan kunci kebijakan pemerintah sejak itu telah diumumkan oleh Suleiman atau Shafiq, meskipun keduanya mengatasnamakan Mubarak, yang hanya membuat satu penampilan publik sejak aksi protes meletus pada tanggal 25 Januari.
"Ia memiliki suatu kepekaan akan tugas dan dia sangat yakin bahwa, jika ia pergi, akan ada kekacauan," kata Elia Zarwan dari International Crisis Group. Zarwan menambahkan, Mubarak juga mungkin takut meninggalkan kantor. "Ada ketakutan bahwa jika ia pergi ... ia bisa kehilangan segalanya, ia mungkin dituntut," katanya.
Pemimpin tokoh oposisi Mohamed ElBaradei telah menyerukan agar Mubarak diberi suatu "jalan keluar yang aman". "Saya merupakan (jalan) keluar yang aman bagi Presiden Mubarak," kata pemenang Nobel Perdamaian itu kepada televisi Al-Hurra pada tanggal 1 Februari. "Kami akan membalik halaman itu. Kami dapat memaafkan masa lalu."
Diaa Rashwan dari Pusat Al-Ahram bagi Kajian Politik dan Strategi mengatakan, konstitusi Mesir dapat memberikan Mubarak sebuah strategi keluar. "Pasal 139 menetapkan bahwa presiden bisa mendelegasikan kekuasaan kepada wakil presiden," sementara ia tetap mempertahankan stastusnya. Demikian ungkap Rashwan kepada AFP. "Seperti dalam sebuah monarki konstitusional, perannya akan menjadi bersifat kehormatan."
Zarwan mengatakan, sebagian besar demonstran bisa puas dengan langkah tersebut. "Saya berpikir bahwa dalam beberapa hari terakhir, rezim itu berhasil membuat kemajuan dalam meraih opini publik," katanya. "Banyak orang di Tahrir Square mengatakan, masa Mubarak sudah cukup."
Di alun-alun yang menjadi fokus protes massa setiap hari sejak tanggal 25 Januari, seorang demonstran, Hatem (29), mengatakan bahwa dia siap pulang ke rumah pada hari Jumat. "Jika Mubarak menyerahkan kekuasaannya kepada Wakil Presiden Suleiman, maka saya akan berhenti memprotes," katanya.