Notification

×

Kategori Berita

Tags

Iklan

Golput Dalam Hasrat Berkuasa

Sabtu, 27 November 2010 | November 27, 2010 WIB Last Updated 2019-12-23T00:41:43Z



Setelah KPUD Karawang menetapkan perolehan suara pasangan H. Ade Swara dan Dr. Cellica Nurrachdiana berhasil mengungguli keempat pasangan rival politik elektoralnya, pasangan ini dapat dipastikan segera memimpin pemerintahan kabupaten Karawang untuk lima tahun kedepan. Walaupun beragam wacana dan rumor seperti gugatan hukum yang akan ditempuh oleh pasangan yang tereliminasi maupun seputar tim sukses Ade-Cellica yang bermain-main dengan para pejabat pemda Karawang yang menjadi tim sukses lawannya terancam dilengserkan oleh Ade-Cellica, yang, itu dapat merongrong keberlangsungan kepemimpinan Ade-Cellica yang baru akan dimulai, nampaknya tidak begitu signifikan bakal menjadi batu sandungan kekuasaan politiknya.
Tinggal kemudian tersaji pertanyaan (i) legitimated dan (ii) kuatkah bangunan kekuasaan Ade-Cellica kedepan dalam mengayuh dayung pemerintahan ditengah tersisanya kekecewaan, kepiluan bahkan penyesalan mendalam bagi para kandidat yang dipaksanya bertekuk lutut? disamping perolehan suara Ade-Cellica yang jauh lebih kecil dari angka golput.

Jika menjawab pertanyaan pertama, sangat jelas bahwa kemenangan H. Ade Swara dan Dr. Cellica Nurrachdiana terdelegitimasi oleh agregatif perolehan suara kemenangannya dengan suara golput 618.613  (39,86 %). Dalam bahasa lain, kesimpulan tunggal untuk menjawab pertanyaan tersebut adalah kemenangan Ade-Cellica sangatlah tidak legitimated baik dalam pandangan politik maupun moral terhadap kekuasaan yang akan diselenggarakannya kemudian secara artifisial. Adapun jawaban yang kedua mengenai kekuasaan yang akan dibangun oleh Ade-Cellica, tentunya merujuk kepada jawaban pertama dan hal tersebutlah yang akan saya beber.

Dalam perspektif saya, tentang hal ganda pokok tadi yang akan mewarnai perpolitikan tenyatkin (kabupaten rakyat miskin) kedepan, kita tidak terlalu penting untuk menyumbangkan analisa atas sepak terjang politik para kandidat setelah menderita kekalahannya karena mereka tidak sama sekali memiliki watak politik kerakyatan. Jadi, hal ini akan menjawab segala keraguan atas pelbagai kemungkinan yang saat ini tengah bersemayam dalam benak banyak orang, yakni para kandidat yang tersingkir karena kalah dalam dukungan suara, tidak akan serta merta menjadi aral perintang kekuasaan Ade-Cellica. Mengapa demikian? Mereka semua (para kandidat yang dipecundangi Ade-Cellica) sesungguhnya tidak berkepatutan secara politik untuk mengendalikan kekuasaan tenyatkin ini karena nampak tercermin dari perjalanan politik mereka yang bukan berasal dari kalangan yatkin yang menyebabkan absennya sejumlah (bisa jadi tidak ada) program-program (terutama ekonomi pokok/radical economy) yang memiliki keberpihakan terhadap rakyat miskin, tentu saja yang sesuai dengan potensi di daerah/desa masing-masing berikut avonturir tindakan politiknya yang telah mengkarakter.

Kemenangan Ade-Cellica dalam pekalangan politik pemilukada Karawang bukan semata-mata selekta politik yang memiliki segi-segi ideologi, melainkan mayoritas rakyat yang menggunakan hak pilihnya masih dalam keadaan rendah derajat kesadaran politiknya. Peran pemilukada sendiri justru sama sekali tak melepaskan belenggu depolitisasi yang memang samar, sehingga hanya menghambat bahkan mendisorientasi sosio-budaya yang sebenarnya walau berangsur-angsur tengah menunjukan kemajuan-kemajuannya.

Terdapat beberapa spektrum alasan suara rakyat jatuh pada pasangan Ade-Cellica. Pertama, adanya keingintahuan tentang kinerja kepemimpinan baru agar rakyat merasakan perubahan-perubahan yang baik dari hasil produksi kebijakan yang betul-betul baharu. Kedua, fragmentasi fanatik karena termakan bualan-bualan/omong kosong kampanye dan agitprop para suksesor Ade-Cellica. Ketiga, terbukanya ruang untuk menumpahkan kekecewaan atas kegagalan pemerintahan sebelumnya yang tak menunjukan perubahan-perubahan berarti. Keempat, melekatnya anggapan umum tentang kelayakan sosok kandidat yang cukup representatif karena secara moral politik belum pernah dihampiri masalah, rendah hati dan seterusnya. Kelima, kemenangan Ade -Cellica ditunjang oleh masih jatuh hati-nya rakyat kepada peran politik pencitraan SBY yang dalam hal ini melalui partainya (Demokrat) berandil penuh dalam pemenangan Ade-Cellica.Keenam, dari kelima alasan diatas tentu saja kunci utama kemenangan Ade-Cellica tak lain terletak pada  kemampuan financial yang dalam kadar tertentu mampu mengubah dan membetot pilihan rakyat.

Di tepi lain, kenyataan politik (suara golput yang cukup fantastis) telah membuat garis demarkasi pada tingkat kemauan politik distrata akar rumput (grass roots). Golput kali ini, sekalipun pasif atau boleh dikatakan apatisme politik, namun ini menyiratkan kepada kita akan sebuah anggapan keliru tak pentingnya mengikuti ajang saluran politik yang diciptakan regime karena tak mengandung manfaat bagi keberlangsungan kehidupan ekonomi mereka. Pendek kata, sikap golput rakyat selangkah lebih maju daripada mereka yang terlibat memilih. Golput disini pun bermuatan arti ekspresi sikap kritis atas sistem yang telah lama berlangsung.
Terang sudah bahwa dari balik suara golput tersimpan sebuah arti material tentang gerak maju rakyat dalam peran perkembangan politik kabupaten dalam kerangka perlawanan-perlawanannya.

Saluran politik rakyat sebagai jalan alternatif
Apabila kepemimpimpinan terpilih Ade-Cellica sudah dapat dipastikan tidak akan bisa berdaya upaya dihadapan kehendak-kehendak kapitalisme (kepentingan, tujuan utama dan mekanisme operasionalnya) yang sedang berjalan makin menua hingga hari ini yang terproyeksi melalui instrumen politik (yang strategis) paralel dari nasional hingga kabupaten, lalu bagaimana dengan Parlemen? Parlemen/DPRD memang sama sekali tidak memiliki perspektif maju dalam kehidupan berpolitik dan bermasyarakat. Disamping kewenangan dan otoritas yang terbatas, DPRD dalam fungsi minimalnya juga tidak memiliki metoda/perspektif dalam mengatasi permasalahan-permasalahan rakyat terutama kemiskinan struktural yang disebabkan sitsem neoliberalisme.

Adanya titik pastian bahwa kedua lembaga trias politika tersebut tidak akan dapat berkesanggupan menyelesaikan persoalan-persoalan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan rakyat yang antara lain: mendorong kebijakan menaikan Upah Buruh setinggi-tinginya, menghapuskan sistem out shourcing; melakukan pengambil alihan tanah-tanah absente/guntai (absentee landlord) atau jika tidak memungkinkan bisa dengan cara pembelian untuk basis pembangunan industrialisasi pertanian; Memberikan jaminan kesehatan secara gratis buat rakyat; menyediakan pendidikan gratis yang ilmiah serta demoktratis; menyediakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi rakyat; dan persoalan juga kebutuhan-kebutuhan rakyat mendesak lainnya.

Sepertinya sudah benar-benar tertutup kemungkinkah bagi Ade-Cellica untuk berpikir dan lalu memecahkan persoalan-persoalan tersebut diatas. Karena pemilukada karawang yang sedari awal telah kian menyumbat proses demokratisasi kemudian berjalan dengan tidak patisifatif dan berakhir tidak akseptabel secara moral dan politik.

Partisipasi yang kecil dalam pemilukada yang ditunjukan angka golput, bukanlah sekedar kecurangan (permainan) DPT, melainkan akumulasi kejenuhan rakyat atas sistem pemerintahan yang selalu tunduk kepada kelas pemodal sehingga berefek pada pelucutan banyak hak-hak rakyat baik ekonomi, politik, ekologi dan seterusnya. Secara hitungan angka, rakyat lah (kaum golput) yang seharusnya mengoprasionalkan pemerintahan kabupaten karawang. Hanya saja hukum kapitalisme berkehendak bahwa kekuasaan dalam suatu teritorial negara dan daerah di dalamnya harus sepenuhnya dibawah kontrol sistem modal dalam usaha pengembangbiakannya.

Tidak bermaksud membeber keseluruhan hal di sini. Hanya satu penyimpulan saja bahwa kemenangan angka golput merupakan potensi besar bagi kemajuan gerak perlawanan rakyat untuk menandingi logika dan kekuatan elit politik budak modal. Tingginya angka golput merupakan landasan untuk segera mengasosiasikan kekecewaan rakyat ke dalam organisasi-organisasi perjuangan rakyat. Yang lebih jauhnya lagi adalah tindakan konkrit suksesi kekuasaan yang dari, oleh dan untuk rakyat bukan perkara yang mustahil, akan tetapi keniscayaan yang obyektif bagi terciptanya sebuah pemerintahan persatuan kaum buruh dan kaum tani beserta rakyat miskin lainnya dalam cita-cita bersegi.

Pada 22 November 2010
×