Notification

×

Kategori Berita

Tags

Iklan

Kerja Perempuan dari Perspektif Teori Nilai Kerja: Suatu Kajian Teoritis

Kamis, 03 Mei 2012 | Mei 03, 2012 WIB Last Updated 2012-05-03T04:59:18Z
Dani Radja
The labour of women and children was, therefore, the first thing sought by capitalist who used machinary – Karl Marx (1867)

Hubungan kelas proletariat dan perempuan sangat erat, setidak-setidaknya demikianlah yang dinyatakan oleh Karl Marx dalam karyanya Kapital, Jilid I. Marx lah yang mengatakan bahwa ketika revolusi industri pertama kali dilansir di Inggris pada abad ke-19, perempuan (dan anak) adalah target pertama kapitalis untuk dijadikan operator-operator mesin. Dan sampai sekarang hal ini masih berlangsung!
Tulisan ini bermaksud untuk meletakan fondasi teoritis kerja perempuan berdasarkan teori nilai kerja sebagaimana yang diuraikan Marx dalam Kapital, Jilid I. Feminisasi proletariat sebagai proses peningkatkan rasio perempuan dalam kelas pekerja merupakan  suatu tuntutan logis, keniscayaan, yang inheren dalam kapitalisme.
Produksi Nilai Lebih Relatif Sebagai Strategi Eksploitasi Kapital
Kapitalisme adalah sistem ekonomi politik perampasan nilai lebih. Nilai lebih adalah kerja buruh yang diberikan gratis oleh buruh kepada kapitalis. Kapital, Jilid I menjelaskan dua cara perampasan nilai lebih yakni penciptaan nilai lebih absolut dan penciptaan nilai lebih relatif.
Dengan penciptaan nilai lebih absolut, kapitalis mempekerjakan buruh lebih panjang daripada waktu yang diperlukan untuk menghasilkan barang-barang senilai dengan kebutuhan hidupnya (buruh). Akan tetapi cara ini tidak dapat bertahan terus menerus. Sebanding dengan peningkatan kesadaran dan perlawanan buruh, waktu kerja sehari yang diberlakukan suatu bangsa akan berkurang dan kemudian bertahan hingga tingkat tertentu.
Bagaimana kapitalis meningkatkan porsi nilai lebih apabila waktu kerja tidak dapat diperpanjang? Dengan memperpendek waktu kerja yang dibutuhkan buruh untuk memproduksi barang-barang kebutuhan hidupnya dan dengan demikian memperpanjang porsi waktu untuk penciptaan nilai lebih. Strategi ini hanya bisa digunakan apabila kapitalis telah berhasil melakukan peningkatan produktivitas entah itu melalui inovasi manajemen produksi atau penggunaan teknologi baru.
Melalui peningkatan produktivitas waktu kerja yang dipergunakan untuk memproduksi sejumlah barang menjadi berkurang. Dapat juga dikatakan bahwa dengan waktu kerja yang sama, jumlah barang yang dihasilkan menjadi meningkat. Jadi melalui penciptaan nilai lebih relatif dengan waktu kerja yang tetap porsi nilai lebih dapat diperbesar. Peningkatan produktivitas menyebabkan peningkatan kuantitas komoditas sehingga hal tersebut umumnya bergandengan dengan melimpahnya barang-barang konsumsi dan murahnya harga barang-barang tersebut.
Produksi nilai lebih relatif merupakan pintu masuk menuju kajian kerja perempuan dalam industri modern. Pembaca yang teliti dapat memperhatikan bahwa Marx menempatkan bahasan mengenai kerja perempuan, pengunaan mesin dan industri modern dalam bagian yang sama yakni pada bagian keempat mengenai produksi nilai lebih relatif [lihat Karl Marx, Kapital, Jilid I, Hasta Mitra, 2004, Bagian Keempat, Bab XII – XV, Hal. 322 – 521]. Bagian keempat ini merupakan bagian terpanjang dalam Kapital, Jilid I dan merupakan jantung teori nilai kerja.
Sampai di sini pembaca musti waspada, bahwa meski produksi nilai lebih relatif merupakan fondasi teoritis kerja perempuan dalam industri modern bukan berarti kita meninggalkan sepenuhnya produksi nilai lebih absolut. Pada negeri-negeri yang kurang beradab, di mana gerakan buruhnya masih lemah dan masih terjadi akumulasi primitif, produksi nilai lebih relatif eksis berdampingan dengan produksi nilai lebih absolut. Bahkan tidak mustahil yang belakangan lebih dominan.
Pengunaan Mesin-Mesin dan Feminisasi Proletariat
Seperti telah dikemukakan di atas bahwa  produksi nilai lebih relatif dapat dilakukan dengan cara inovasi manajemen produksi atau penggunaan teknologi. Dalam Kapital, Jilid I, cara yang pertama dibahas dalam Bab XIII tentang kooperasi dan Bab XIV tentang pembagian kerja dan manufaktur, sedangkan cara yang kedua dibahas dalam Bab XV tentang mesin-mesin dan industri berskala besar. Kita tidak membahas tentang kooperasi dan manufaktur, tetapi akan menyorot penggunaan mesin sebagai pembuka peluang masuknya perempuan dalam industri modern.
Hakikat mesin menurut Marx ialah:
“Seperti setiap perkakas lain untuk meningkatkan produktivitas kerja, mesin dimaksudkan untuk membikin murah komoditi dan, dengan memperpendek bagian hari kerja di mana pekerja bekerja untuk dirinya sendiri, memperpanjang bagian lainnya, yaitu bagian yang diberikan cuma-cuma. Mesin merupakan alat untuk memproduksi nilai lebih.” [Ibid., hal. 389]
Penggunaan mesin-mesin dalam industri skala besar bertambah hingga berukuran raksasa. Kini kooperasi bukan berlangsung antar pekerja melainkan antar mesin-mesin yang berbeda jenis. Marx menyebutnya sebagai “sistem permesinan yang kompleks.” Melalui sistem ini pembagian kerja dalam sistem manufaktur tidak berlaku lagi. Mesin adalah faktor utama produksi, kerja manusia hanya merupakan bagian dari produksi. Segala keterampilan khusus pada corak produksi sebelumnya menghilang digantikan dengan kerja umum mengoperasikan mesin.
Konsekuensi dari pengunaan mesin sebagai alasan rasional kemungkinan masuknya perempuan sebagai operatornya dinyatakan oleh Marx sebagai berikut:
“Sejauh mesin tidak memerlukan tenaga otot, ia menjadi sebuah alat untuk mempekerjakan para pekerja dengan tenaga otot yang ringan, atau yang perkembangan fisiknya belum lengkap, tetapi anggota tubuhnya semakin lebih lentur. Oleh karena itu kerja wanita dan anak-anak merupakan akibat pertama dari penggunaan secara kapitalis! Pengganti perkasa untuk kerja dan kaum pekerja itu langsung diubah menjadi suatu cara untuk meningkatkan jumlah pekerja-upahan dengan mendaftarkan, di bawah kekuasaan langsung kapital, setiap anggota keluarga pekerja, tanpa membedakan usia maupun jenis kelamin. Kerja paksa untuk si kapitalis merampas tempat, tidak hanya bermainnya anak-anak, melainkan kerja bebas di rumah di dalam batas-batas kebiasaan untuk keperluan keluarga itu sendiri.” [Ibid., hal. 416 – 417]
Dengan demikian mesin mereduksi tenaga otot yang dikeluarkan dalam bekerja, sehingga produksi tidak lagi dibatasi hanya untuk laki-laki dewasa, melainkan terbuka untuk perempuan atau anak atau sering kali kedua kategori menyatu menjadi anak perempuan. Meski bukan tujuan makalah singkat ini memaparkan bukti empiris, tetapi penulis berkeyakinan bahwa tidak sulit untuk menampilkan bukti statistik peningkatan porsi perempuan yang terserap dalam lapangan pekerjaan industri atau bahkan peningkatan perempuan dalam angkatan tenaga kerja secara global.
Penulis menyebut proses pembesaran rasio perempuan dalam kelas proletariat sebagai proses feminisasi proletariat. Proses tersebut, penulis berargumen, bukanlah suatu produk ekstern proses produksi kapitalis, melainkan muncul dari logika keniscayaan inheren kapitalisme sehingga peningkatan tersebut bukanlah dipandang sebagai peningkatan kesetaraan gender yang terkait dengan peningkatan kesetaraan akses terhadap pendidikan atau partisipasi politik perempuan.
Perlu digarisbawahi bahwa motif utama feminisasi proletar ialah tuntutan kerja umum di mana kerja otot yang berat digantikan oleh kerja sekedar operator mesin. Pekerjaan semacam itu tidak berkaitan dengan status pendidikan operatornya. Kita bisa mencocokan kriteria ini dengan kenyataan bahwa seringkali industri mempekerjakan perempuan muda dengan latar pendidikan yang rendah (maksimal SMP). Hasilnya ialah suatu angkatan kerja yang bodoh dan yang mudah ditindas.
Selanjutnya sisa bagian keempat diisi oleh Marx dengan uraian dokumentasi penyalahgunaan pekerja perempuan dan anak oleh kapitalis dengan memanfaatkan laporan-laporan resmi. Suatu dokumentasi yang hidup yang dituliskan Marx jauh sebelum para aktivis HAM kontemporer membuat laporan pelanggaran hak kaum perempuan dan anak, di mana setiap goresan tintanya membuat kita menarik nafas panjang.
Kesimpulan
Produksi kapitalis menciptakan nilai lebih secara relatif dengan meningkatkan produktivitas. Salah satu bentuk peningkatan produktivitas tersebut ialah penggunaan sistem kompleks mesin raksasa dalam industri skala besar. Corak produksi semacam ini akan mengeser kerja oleh kaum pekerja laki-laki dengan pekerja perempuan. Produksi nilai lebih relatif merupakan basis teoritis marxisme mengenai kerja perempuan dalam industri modern.
Kapital bukan saja merupakan karya Marx yang berbicara tentang teori nilai kerja, melainkan juga merupakan traktat penting bagi gerakan perempuan. Ia menyatakan bahwa mustahil memisahkan gerakan perempuan dengan kelas pekerja.
11 Maret 2012, ditulis dalam rangka Hari Perempuan Internasional

×