Perjuangan awal kaum perempuan pada akhir abad 19
dan awal abad 20 telah berhasil membangun gerakan pembebasan perempuan
Gelombang pertama Feminisme
Pertambahan jumlah perempuan yang terintegrasi dalam pasar tenaga kerja seiring dengan terbangunnya konsolidasi antara kapitalisme industri di Eropa dan Amerika Utara. Pemisahan status sosial dan legal kaum perempuan adalah warisan feodalisme, dan status ekonomi yang baru sebagai pekerja upahan memberikan kontradiksi yang menyolok. Kapitalisme juga membuka ruang bagi perempuan dari kelas penguasa untuk memiliki kemandirian ekonomi. Kontradiksi ini telah membangkitkan gelombang pertama perjuangan kaum perempuan yang menuntut persamaan legal dengan laki-laki. Fokus utama dalam persamaan sipil adalah tuntutan mengenai hak pilih
Diantara pejuang hak-hak perempuan terdapat arus politik yang berbeda. Banyak diantara para pejuang tersebut yang percaya bahwa mereka harus menunjukkan diri sebagai penjaga yang setia dari sistem kapitalis agar dapat memenangkan suara. Sebagian lagi mendukung imperialisme dalam perang dunia pertama dan karenanya sering bersebrangan dengan hak pilih laki-laki dan perempuan miskin, imigran dan kulit berwarna
Tapi di sejumlah negara terdapat pula arus kuat dari perempuan sosialis yang melihat bahwa perjuangan untuk hak-hak perempuan adalah bagian dari perjuangan kelas pekerja untuk menghapuskan pemilihan suara berdasarkan kualifikasi kekayaan dan menggalang basis yang terdiri dari laki-laki dan perempuan dari kelas pekerja. Di negara-negara seperti Amerika Serikat, Inggris dan Jerman, mereka memainkan peran yang menentukan dalam perjuangan untuk hak pilih. Mereka juga mengajukan tuntutan untuk upah yang sama dan pelayanan kontrasepsi
Di Australia, hak perempuan untuk memilih lebih banyak dikaitkan dengan manuver dari partai-partai borjuis di level negara daripada mobilisasi perempuan dalam skala besar. Pada tahun 1890-an kaum perempuan mendapat suara di Australia bagian selatan dan barat. Tahun 1902 persemakmuran mengadopsi hak universal ketika negosiasi untuk mendirikan federasi sedang berlangsung. Negara-negara lain tertinggal di belakang, baru pada tahun 1908 perempuan di seluruh negara mendapatkan suara
Organisasi yang memimpin pembelaan terhadap hak suara perempuan adalah Liga Perempuan Kristen Anti Minuman Keras yang aktifitas pokoknya adalah merubah moral kelas pekerja dan membatasi jam minum. Kelompok-kelompok yang spesifik pada hak pilih hanya terdapat di New South Wales dan Victoria. Kelompok-kelompok ini terpisah secara garis politik. Divisi-divisi dalam politik-partai-partai konservatif, partai buruh, kelompok kecil sosialis didalam dan diluar ALP dan pekerja industri sedunia (IWW)-terus berlanjut seiring dengan mobilisasi perempuan dalam isu PD I
Bagi kelas pekerja, hak pilih perempuan yang mengikuti hak pilih laki-laki, merupakan tujuan obyektif yang harus diperhitungkan. Pada akhirnya merefleksikan dan memajukan perubahan status kaum perempuan. Untuk pertamakalinya dalam masyarakat kelas, perempuan diperhitungkan keberadaannya untuk berpartisipasi dalam masalah umum, dengan hak untuk mengajukan tuntutan politik, bukan sekedar masalah rumahtangga
Kaum perempuan di negara-negara kapitalis termaju memenangkan perjuangan dalam derajat yang berbeda dalam hak-hak sipil yang penting-hak untuk mendapat pendidikan yang lebih tinggi, hak untuk bergabung dalam perdagangan dan profesi, hak untuk mendapat dan mengatur upah mereka sendiri (yang sebelumnya menjadi hak suami atau ayah), hak untuk memiliki kekayaan, hak untuk berpartisipasi dalam organisasi politik dan hak untuk bekerja di kantor publik. Sungguhpun masyarakat kelas-lah yang membangun pondasi yang mendasari status subordinat perempuan dan peran khusus dalam keluarga, bukan penyangkalan atas persamaan legal secara hukum yang memberi kebebasan terbesar bagi perempuan untuk beraksi melainkan hak-hak demokratis dan membantu generasi berikutnya untuk melihat bahwa manifestasi atas penindasan perempuan tertutup rapat
Periode Perang Dunia II
Perubahan sosial-ekonomi selama tahun-tahun berlangsungnya PD II, yang mengakibatkan kontradiksi mendalam pada ekonomi kapitalis, pada status perempuan dan sistem keluarga telah mendasari bangkitnya gelombang feminisme ke II. Kerja di setiap negara meragamkan derajat untuk faktor yang sama yang masih tersisa di dunia kapitalis. Tidak mengherankan jika di negara-negara kapitalis termaju-lah awal bangkitnya gerakan perempuan-seperti di Amerika, Canada, Australia dan Inggris-dimana perubahan dan kontradiksi yang perkembangannya lebih pesat. Faktor-faktor yang mendasari:
a. Kemajuan dalam tehnologi pengendalian kelahiran
Kemajuan dalam bidang kesehatan dan tehnologi dalam usaha pengendalian kelahiran dan aborsi telah memberi kesempatan besar bagi massa perempuan untuk mengontrol fungsi reproduksi mereka. Kemampuan untuk mengontrol tubuh sendiri merupakan pra-kondisi bagi pembebasan perempuan
Ketika tehnik-tehnik kesehatan tersedia lebih luas, kaum borjuis dengan menggunakan hukum-hukum reaksioner, adat, kefanatikan agama dan ideologi seksis, menghalangi perempuan untuk mengontrol fungsi reproduksi mereka. Membangun berbagai rintangan, keuangan, hukum, informasi, psikologi dan moral untuk mencegah kaum perempuan menuntut hak-haknya untuk menentukan akan melahirkan anak atau tidak dan kapan.
Kapitalis membatasi penelitian dengan pertimbangan keuntungan dan pandangan seksis yang mengabaikan kehidupan perempuan yang berarti tetap membiarkan perempuan menghadapi bahaya dengan metode pengendalian kelahiran
Kontradiksi antara apa yang mungkin dan apa yang ada mempengaruhi kehidupan seluruh kaum perempuan. Hal inilah yang membangkitkan perjuangan menuntut hak aborsi, yang menjadi peran kunci dalam membangun gerakan pembebasan perempuan internasional
2. Partisipasi pasar tenaga kerja
Kondisi boom ekonomi berkepanjangan akibat ekspansi perang secara signifikan telah menambah jumlah tenaga kerja perempuan
Sebagai contoh, pada tahun 1950 di Australia 19% dari total jumlah perempuan yang berusia antara 15-64 tahun adalah pekerja. Pada tahun 1975 jumlahnya meningkat 2 kali lipat. Antara tahun 1960-1975, hampir 2/3 dari lapangan kerja yang ada diisi oleh perempuan. Di tahun 1901 jumlah perempuan yang bekerja sebesar 20,5% dari total angkatan kerja, 22,8% di tahun 1954 dan 41,8% di tahun 1991. Hal yang sama pentingnya, jumlah perempuan pekerja yang sudah menikah bertambah secara dramatis, dari 12,5 di tahun 1933 dan hingga kini lebih dari separo jumlah ibu yang memiliki anak dibawah usia 14 tahun adalah pekerja
Terdapat perubahan substansial dalam derajat diskriminasi upah terhadap perempuan seiring dengan masuknya perempuan dalam angkatan kerja. Perbedaan jenis kelamin semakin melebar di beberapa negara. Di Australia hak untuk mendapatkan upah yang sama baru dimenangkan pada tahun 1960-an dan implementasi mengenai jam kerja baru antara tahun 1972 dan 1975. Tetapi upah yang sama hanya berlaku pada ‘nilai kerja yang sama’ dan diinterpretasikan baru sebatas pada pekerjaan tertentu, jadi tidak berarti bahwa saat ini upah perempuan sudah sama dengan laki-laki. Selama 16 tahun, upah perempuan rata-rata 33% lebih rendah dari laki-laki. Meskipun kaum perempuan menerima sekitar 5-6% lebih rendah untuk kerja yang seimbang
Ketika perbedaan gender masih menjadi faktor dalam menentukan upah, maka level upah yang tidak sama menjadi hal yang pokok karena pertambahan jumlah pekerja perempuan masih belum menyebar di semua katagori kerja. Hampir di semua negara perempuan merepresentasikan sekitar 0-90% kerja di perusahaan tekstil, sepatu, baju siap pakai, tembakau dan industri ringan lainnya-sektor-sektor dimana tingkat upah sangat rendah. Lebih dari 70% perempuan juga bekerja di sektor pelayanan, dengan jumlah terbesar terserap pada posisi yang menguntungkan: sekretaris, juru ketik, pekerja kesehatan, guru SD, operator
Pemisahan jenis kelamin perempuan tertinggi di dunia adalah di Australia dimana industri terbagi dalam 3 bidang: juru tulis, sales dan pelayanan. Pekerja perempuan dalam bidang ini tidak ekuivalen nilainya dengan kerja laki-laki dengan keahlian yang sama, industri dikuasai laki-laki dan estimasi pertumbuhan pekerja di masa depan akan mengikuti trend ini-pekerja dimasa depan adalah perempuan yang bekerja penuh di sektor pelayanan dalam industri
Pada periode ini di Australia telah terjadi pemisahan angkatan kerja lebih jauh. Kekurangan pekerja telah mendorong program imigrasi secara masif pada akhir tahun 1940-an. Industri dipenuhi dengan pertumbuhan pekerja imigran yang tidak dapat berbahasa Inggris. Ketidakmampuan dalam berbahasa Inggris, terutama pekerja perempuan, melemahkan persatuan di kalangan buruh, akibatnya organisasi buruh gagal dalam melawan diskriminasi serta memicu tingginya perbedaan upah terutama di bidang yang mempekerjakan buruh-buruh ini
Semakin kecil kesempatan bagi kaum perempuan untuk meningkatkan karir. Hingga akhir 1960-an perempuan yang sudah menikah hanya menduduki posisi dalam pelayanan politik. Kaum perempuan semakin tidak diperhitungkan dalam jabatan pada level menengah atau tertinggi dengan upah tinggi sejak negara dan pelayanan kesejahteraan publik hanya menempatkan perempuan pada posisi juru tulis dan promosi dilakukan dengan melihat pengalaman kerja. Faktor-faktor lain seperti praktek diskriminasi pengupahan dan tehnik interview untuk kepentingan promosi semakin memperburuk perbedaan upah
Terpisah dari pertumbuhan angkatan kerja, terdapat asumsi bahwa kaum perempuan secara total masih melakukan kerja-kerja domestik dengan status kerja upahan. Hal ini yang menyebabkan pertambahan signifikan kaum perempuan bekerja penuh-hal lainnya karena kesulitan mendapatkan kerja fulltime dan karena masih terbeban dengan kerja domestik karena minimnya fasilitas penitipan anak yang murah. Dan kerja fulltime membawa konsekuensi pada upah rendah, keamanan kurang terjamin, kondisi kerja yang kurang dan kurangnya persatuan
Sejak akhir 1970-an, semakin bertambah pengusaha yang memperkecil anggaran untuk buruh, kondisi erosi dan bertambahnya produktivitas. Hal ini menyebabkan turunnya jumlah kerja fulltime dan pertumbuhan yang masif dari kerja kasual dan paruh waktu. Hal ini turut mempengaruhi upah pekerja perempuan. Hampir 59,8% dari kaum laki-laki bekerja dan hampir 70% bekerja fulltime. Sementara 51,9% kaum perempuan bekerja paruh waktu, setidaknya terhitung sekitar 78% dari seluruh pekerja paruh waktu adalah perempuan
Proporsi pertumbuhan angkatan kerja perempuan memberi dampak pada perilaku teman laki-laki mereka yang dapat digunakan untuk menghancurkan stereotipe seksis. Hal ini sepenuhnya tepat ketika kaum perempuan mulai berjuang melawan dominasi tradisional laki-laki dalam industri dimana perempuan sering tidak diperhitungkan
Tetapi pekerja perempuan masih menghadapi berbagai bentuk diskriminasi dan kekerasan seksis-dipromosikan, diorganisir dan dipertahankan oleh bos-bos mereka. Teman kerja mereka seringkali tidak bersikap berani dalam hal ini bahkan memperlihatkan sikap terbelakang, sebagai anti perempuan. Organisasi buruh justru tidak berusaha untuk menggunakan kekuatan organisasinya untuk menuntut kasus-kasus yang menimpa pekerja perempuan seperti cuti hamil, jaminan kesehatan, praktek diskriminasi kerja dan seksual harrasment dari para supervisor/atasan laki-laki yang menggunakan jabatan untuk menekan perempuan agar mau berhubungan sex
3. Level pendidikan
Bertambahnya tingkat pendidikan perempuan juga mempertinggi kontradiksi. Kaum perempuan semakin berpendidikan seiring dengan bertambahnya produktivitas kerja dan munculnya level budaya kelas pekerja. Secara kualitatif dalam skala besar kaum perempuan juga diterima di institusi pendidikan yang lebih tinggi daripada sebelumnya
Namun seperti yang diindikasikan dalam statistik pekerjaan, prosentase jumlah perempuan yang bekerja sesuai dengan tingkat pendidikan masih belum cukup. Di seluruh bidang kerja, baik industri maupun profesi tertentu, kaum perempuan dengan pendidikan tinggi biasanya dikalahkan oleh laki-laki dengan pendidikan lebih rendah. Lebih jauh lagi anak-anak perempuan didorong untuk mengikuti pendidikan/kursus-dengan tekanan halus-yang berkaitan dengan perempuan. Sebagai contoh, meskipun saat ini di universitas di Australia jumlah perempuan melebihi jumlah laki-laki namun mereka masih terkonsentrasi pada fakultas seni daripada pengetahuan, tehnik dan perdagangan
Semakin tinggi pendidikan yang diterima dan semakin perjuangan sosial mampu memenuhi tuntutan mereka, kaum perempuan merasa terbeban dengan tugas-tugas rumahtangga dan tersiksa dengan kehidupan rumahtangga. Dengan begitu, tingginya pendidikan yang diterima kaum peempuan membuat kontradiksi semakin dalam antara kemampuan yang ditunjukkan kaum perempuan dan status sosial ekonomi mereka
4. Perubahan keluarga
Fungsi keluarga dalam masyarakat kapitalis maju semakin mengecil. Semakin berkurang fungsinya sebagai unit produksi-baik pertanian maupun domestik (merajut, menjahit, memasak dan lain-lain). Keluarga inti perkotaan sudah jauh berbeda dari keluarga pertanian produktif dari abad sebelumnya. Pada saat yang sama, demi untuk mendapatkan profit, industri kapitalis berorientasi konsumsi dan perusahaan iklan memaksimalkan atomisasi dan duplikasi dari kerja-kerja domestik dengan menjual barang-barang rumahtangga seperti mesincuci, pengering, mesin cuci piring, penyedot debu dan lain-lain
Seiring dengan munculnya standar kehidupan, jumlah anak di tiap keluarga pun menurun secara tajam. Industri yang menyediakan bahan makanan siap saji pun semakin banyak tersedia. Dari survei yang dilakukan di negara-negara imperialis, tidak terpisah dari kemajuan tehnologi, menyatakan bahwa perempuan yang memiliki anak lebih dari satu dan bekerja penuh harus menghabiskan 80-100 jam per minggu-lebih panjang dari survey yang dilakukan pada tahun 1926 dan 1952. Dengan berkurangnya tugas-tugas domestik, karena penyusutan jumlah unit keluarga kaum perempuan semakin tidak membutuhkan bantuan dari nenek, tante atau saudara perempuannya
Segala perubahan ini telah mengurangi pemaksaan basis obyektif untuk meyakinkan perempuan agar kembali ke rumah. Sebelumnya sistem keluarga dipertahankan demi kepentingan kelas penguasa. Ideologi borjuis dan pengkondisian sosial tetap berlaku reaksioner dengan mengatakan bahwa jatidiri perempuan terpenuhi apabila perempuan mampu berperan sebagai istri-ibu dan penjaga rumah. Pertumbuhan jumlah perempuan semakin mengaburkan kontradiksi antara realita dan mitos
Kontradiksi yang berlaku secara umum juga merujuk pada ‘krisis keluarga’ yang terlihat dari tingginya angka perceraian, bertambahnya jumlah anak yang kabur dari rumah dan munculnya laporan mengenai kekerasan seksual terhadap anak-anak dan kekerasan rumahtangga
Keretakan dalam keluarga mulai terbuka seiring dengan bertambahnya kemandirian dan kepercayaan diri kaum perempuan. Perlawanan terhadap kekerasan seksual dan fisik dalam keluarga, tempat penampungan untuk perempuan, rumah untuk anak-anak muda dan krisis center semakin kuat walaupun masih jauh dari cukup untuk memenuhi standar pelayanan. Mulai ada penerapan hukum terhadap perkosaan dalam keluarga dan kekerasan rumahtangga
Sistem keluarga semakin ditinggalkan dengan semakin terbukanya penelitian terhadap tindakan-tindakan brutal terhadap perempuan dalam rumahtangga:
- Terdapatnya seri keluarga monogami, pasangan yang menikah kemudian cerai dan masing-masing menikah lagi. Anak-anak dari hasil tiap perkawinan terhubung dalam beberapa unit keluarga
- Terdapat pertambahan jumlah pasangan yang hidup bersama tanpa nikah dan mempunyai anak. Negara kapitalis mencoba mengintegrasikan kembali hubungan seperti dengan penyebutan legal seperti ‘hubungan de facto’ atau perkawinan de facto’
- Secara dramatis jumlah orangtua tunggal, kebanyakan perempuan dengan anak, telah membuat kelas penguasa ‘melakukan pembatasan dan pemotongan terhadap pelayanan sosial seperti penitipan anak agar dapat tetap menerapkan sistem keluarga dan perempuan tetap bekerja tanpa upah dengan menjaga anak-anaknya. Sebagai akibatnya jumlah perempuan yang hidup dalam kemiskinan meningkat tajam, sebuah fenomena yang dikenal sebagai ‘feminisasi’ kemiskinan. Sekitar 80% dari orang dewasa yang hidup dibawah garis kemiskinan adalah perempuan
Hak-hak demokratik yang lebih besar dan kesempatan sosial yang lebih luas ternyata belum ‘memuaskan’ kaum perempuan, atau menjadikan mereka pasif dalam menerima ketergantungan ekonomi dan infeminitas status sosial. Sebaliknya setiap usaha untuk mengekspos tuntutan persamaan, coba dihalangi secara halus oleh masyarakat kapitalis
Sebutan perekembangan gerakan pembebasan perempuan diberikan hanya untuk menekan dalamnya penindasan terhadap perempuan. Meskipun berbagai kemajuan di bidang pendidikan dan berbagai kesempatan terus berlanjut hingga bentuk aksi. Tetapi penindasan dan penghisapan yang paling besar sekalipun tidak menjadi yang pertama dikeluarkan untuk menyuarakan ketidakpuasan mereka.
4. Pembebasan perempuan dan gerakan sosial lainnya
Karakter spesifik atas penindasan perempuan dan perubahan obyektif telah menjadikan radikalisasi feminis dinamis dan mandiri, hal ini tidak terpisah dari maraknya perjuangan yang dilakukan oleh gerakan tertindas lainnya. Bukan berarti secara langsung tergantung pada kekuatan sosial, subordinat terhadap kepemimpinan dan mengikuti inisiatif yang lainnya. Pada saat yang bersamaan, gerakan pembebasan perempuan saling terkait dengan kebangkitan perjuangan sosial lainnya, yang kemudian mempengaruhi kesadaran seluruh kelas pekerja
Dari semula, kemunculan perjuangan perempuan terpengaruh oleh radikalisasi kaum muda di akhir 1960-an dan awal 1970-an dan perubahan nilai-nilai borjuis yang menyertainya. Kaum muda-laki-laki dan perempuan-mulai menggugat agama, membuang patriotisme, menolak hirarkhi kekuasaan keluarga, sekolah, pabrik, tentara dan membuang keharusan untuk menjadi tenaga kerja seumur hidup
Revolusi sexual
Kaum muda radikal mulai memberontak terhadap penindasan seksual dan menolak moral tradisional yang memperlakukan sex dengan reproduksi. Revolusi sexual secara masif telah mengubah bentuk hubungan sexual dan identitas sexual. Bagi kaum perempuan hal ini juga untuk mengubah pandangan bahwa perempuan bersikap pasif, sentimental, takut dan malu-malu dalam hal sex. Kaum muda, termasuk perempuan mulai menyadari penderitaan sexual mereka dan mencoba mencari bentuk hubungan pribadi
Kesadaran kaum perempuan atas fungsi reproduksi dan fisik mereka dan kebutuhan akan kesehatan telah mendorong perjuangan perempuan untuk mengontrol pilihan reproduksi seperti halnya tuntutan untuk klinik aborsi dan kesehatan khusus untuk perempuan. Pelayanan konseling dan dukungan terhadap perempuan bermunculan untuk menyediakan informasi dan pelayanan alternatif terhadap obat-obatan yang didapat dari hasil penelitian yang menguatkan peran tradisional perempuan dalam keluarga
Revolusi sexual telah membuka iklim perdebatan dan bahan penelitian mengenai sexualitas perempuan dan sexualitas secara umum. Hal ini juga membawa perpecahan dalam gerakan perempuan karena ada sebagian feminis yang menjadikan seksualitas sebagai isu utama. Tetapi revolusi sexual juga memunculkan gugatan secara masif atas pemisahan gender maskulin dan feminin dan penderitaan manusia akibat adanya orang-orang yang memaksakan norma-norma idealis dari masyarakat kelas
Radikalisasi Feminis Lesbian
Kemunculan gerakan feminis lesbian berhubungan dengan radikalisasi perempuan walaupun dengan aspek yang berbeda kaum lesbian terorganisir sebagai sebuah komponen dari meningkatnya gerakan menuntut hak-hak kaum gay dan lesbian yang muncul sebagai konsekuensi dari revolusi sexual. Secara umum ada kebutuhan bagi gerakan lesbian untuk mengajukan tuntutan yang lebih spesifik agar kaum lesbian juga diakui dalam gerakan
Meskipun tidak ada undang-undang yang melawan seksualitas lesbian, namun terdapat pelanggaran spesifik terhadap hak-hak demokratik mereka. Tidak ada hukum yang mensahkan hubungan antara 2 perempuan. Terdapat banyak kasus dimana kaum perempuan tidak dapat membesuk partner yang sedang sakit atau menemuinya karena dihalang-halangi oleh keluarga partnernya, bahkan ketika partnernya meninggal ia tidak boleh mewarisi rumah atau barang-barang pribadi milik partnernya seperti foto. Pengadilan dan bahkan keluarga menganggap kaum lesbian tidak ‘memenuhi syarat’ untuk mengasuh anak yang mereka miliki
Tetapi diskriminasi terhadap kaum lesbian bukan hanya karena seksualitas mereka namun juga mengalami penindasan sebagai perempuan. Banyak yang menjadi radikal pertama karena kesadaran sebagai perempuan dan diskriminasi karena orientasi sexual mereka hanyalah salah satu elemen dari pembatasan sosial dan ekonomi yang dihadapi kaum perempuan saat mencoba menentukan kehidupan mereka. Dengan begitu dari sejak awal banyak kaum lesbian yang menjadi garis depan dari gerakan feminis. Mereka telah menjadi bagian dari arus politik dalam gerakan pembebasan perempuan, dari separatis lesbian menjadi Marxist revolusioner, dan membuat gerakan memiliki kesadaran akan penindasan yang lebih spesifik terhadap kaum lesbian
Kaum lesbian sering menjadi sasaran utama kaum reaksioner karena tuntutan gerakan lesbian mengenai hak perempuan untuk hidup tanpa laki-laki. Berbagai serangan, baik melalui propaganda hingga kekerasan fisik yang menimpa kaum lesbian juga ditujukan untuk menyerang gerakan perempuan secara keseluruhan
Perjuangan anti kolonial dan anti rasis
Salah satu faktor yang memberi kontribusi pada radikalisasi kaum muda internasional adalah peran dari perjuangan pembebasan oleh kelompok-kelompok rasial atau bangsa yang tertindas di negara kolonial dan negara-negara kapitalis maju. Perjuangan ini memberi dampak kuat terhadap munculnya kesadaran akan penindasan terhadap perempuan. Sebagai contoh, perjuangan kulit hitam untuk menuntut hak-hak sipil di Amerika serikat memiliki peran penting dalam membawa kesadaran luas dan penolakan terhadap stereotype rasis. Kesadaran yang sama dibangun oleh suku Aborigin di Australia. Mereka menyamakan antara sikap rasis dan stereotype seksis terhadap perempuan sebagai inferior, emosional, ketergantungan, ciptaan yang tolol tetapi bahagia yang meningkatkan sensitivitas dan penolakan beberapa karikatur
Kaum perempuan dari bangsa tertindas dan kelompok rasis mulai menonjol seiring dengan perkembangan gerakan feminis di negara-negara kapitalis maju. Mereka adalah kaum perempuan yang mengalami penindasan ganda bahkan triple, sebagai bagian dari bangsa yang tertindas atau kelompok rasis, sebagai perempuan dan yang terbesar sebagai buruh yang super terhisap
Penindasan yang serupa juga dihadapi oleh perempuan imigran. Di Australia para imigran perempuan mengalami exploitasi dengan upah terendah dengan kondisi kerja yang buruk, tidak tergabung dalam serikat buruh karena ketidakmampuannya dalam berbahasa Inggris dan kurangnya perhatian dari serikat buruh atas kondisi mereka serta penindasan rasis dan seksis
Terdapat beberapa alasan mengapa perempuan imigran dan perempuan dari kelompok rasis terlambat memiliki kesadaran penindasan spesifik terhadap mereka sebagai perempuan:
- Kebanyakan penindasan rasis menutupi keberadaan penindasan terhadap perempuan. Banyak aktifis gerakan radikal anti-rasis yang menolak tuntutan tentang perempuan dan menganggap hal tersebut dapat memecah perjuangan terhadap rasisme
- Gerakan perempuan yang terorganisir sering terjebak untuk menyuarakan penindasan dan exploitasi kaum perempuan dan memahami kesulitan khusus yang harus dihadapi
- Pengaruh keluarga sangat kuat diantara perempuan imigran non-Inggris dan perempuan dari kelompok rasis karena keluarga menjadi benteng dari serangan rasisme dan penghancuran kebudayaan
Bagaimanapun juga, pengalaman telah menunjukkan bahwa sekali kaum perempuan mengalami radikalisasi, karakter mereka akan meledak dan menempatkan mereka sebagai pemimpin dari berbagai perjuangan sosial dan politik termasuk dalam bidang pekerjaan, di serikat buruh, di kampus dan di komunitas mereka, seiring dengan kesadaran bahwa perjuangan melawan penindasan terhadap perempuan tidak akan melemahkan bahkan justru memperkuat perjuangan melawan penindasan etnis maupun rasis
Krisis Agama
Krisis dalam agama tradisional, terutama gereja Khatolik juga turut memberi kontribusi terhadap bangkitnya gerakan perempuan. Melemahnya peran negara (yang diikuti pertumbuhan akultisme dan mistik) merupakan manifestasi dari krisis ideologi dalam masyarakat borjuis. Agama sebagai salahsatu penopang ideologi borjuis turut memperkuat pandangan tentang perempuan sebagai mahluk inferior, atau kalau tidak sebagai reinkarnasi dari setan dan binatang
Agama Kristen dan Judaisme yang mewakili budaya negara-negara kapitalis maju selalu membenarkan ketidaksamaan posisi perempuan dan menolak hak perempuan untuk memisahkan antara seksualitas dan reproduksi. Namun sejak melemahnya peran agama, organisasi fundamental Kristen mulai tumbuh di negara-negara imperialis yang juga menyebar ke negara-negara dunia ketiga sebagai salahsatu usaha imperialis dalam mendukung kekuatan sayap kanan. Tujuan dari usaha ini adalah untuk meng-counter gerakan perempuan dan lebih luas lagi perjuangan anti imperialis di dunia ketiga yang dimotori oleh seksi radikal dari gereja Khatolik melalui teologi pembebasan
Meningginya sentimen anti imperialis dan perjuangan di berbagai negara muslim berdampak kontradiksi terhadap situasi kaum perempuan. Karena dari negara-negara yang keterbelakangan ekonominya dipertahankan oleh dominasi imperialis, agama cukup punya pengaruh kuat diantara orang-orang miskin dan tertindas. Dalam rangka perjuangan melawan dominasi imperialis mereka mencoba mengekspresikan ideologi dengan term agama. Dalam perjuangan anti imperialis yang berhasil memobilisir massa perempuan dalam revolusi 1979 di Iran, secara terselubung terjadi perebutan agama yang memberi kesempatan bagi pemuka agama Islam memperkuat praktek reaksioner terhadap perilaku anti-perempuan
Gerakan anti perang
Gerakan perempuan tumbuh bersamaan dengan masa perang Vietnam sehingga turut meningkatkan peran perempuan dalam gerakan anti-perang dan anti-nuklir. The Greenham Common Women telah menjadi inspirasi bagi jutaan perempuan Inggris untuk berkeras melawan senjata nuklir. Jumlah kaum perempuan meningkat dalam gerakan anti-uranium di Australia. Dalam gerakan anti perang imperialis melawan Irak dapat disaksikan pertambahan komposisi dan kepemimpianan kaum perempuan dalam gerakan anti perang. Hal ini juga menunjukkan bertambahnya partisipasi imigran perempuan Arab yang menentang perang dan melawan rasa takut yang terkikis oleh perang
Gerakan mengalami tekanan
Kaum imperialis di berbagai belahan dunia mengalami kelelahan akibat perang yang berkepanjangan dan menghadapi problem-problem politik, ekonomi dan sosial. Sejak pertengahan 1970-an, telah mengintensifkan serangan terhadap hak-hak perempuan pada semua level. Namun hal ini tidak lantas melemahkan perjuangan kaum perempuan atau meminggirkan mereka saat kekuatan sosial lainnya maju ke garis depan. Bahkan kesadaran feminis makin meluas dan dapat diterima saling menjalin dengan perkembangan kesadaran sosial. Perjuangan teradikalisir dengan adanya pemotongan subsidi pelayanan kesejahteraan sosial, rumah sakit dan pendidikan dimana kaum perempuan meningkat dalam perjuangan menentang pemotongan tersebut
Tingginya kesadaran feminis juga memperkuat peran perempuan dalam melawan pengikisan hak-hak demokratik dan menambah daya juang kaum perempuan dalam menahan baik serangan ideologi, ekonomi maupun politik dari kelas penguasa. Perjuangan mereka telah menjadi motor penggerak bagi protes sosial dan radikalisasi politik dan partisipasi mereka kian bertambah sebagai garis depan dari perjuangan sosial yang progresif
5. RESPON TERHADAP KEBANGKITAN GERAKAN PEREMPUAN
Klas kapitalis mulaimenampakkan kegelisahan dalam merespon kebangkitan baru perjuangan perempuan agar dapat menumpulkan dampaknya dan membelokkan keyakinan radikal mereka
Kebijakan Kapitalis hanya pemanis bibir
Kelas penguasa melontarkan ejekan dan cemoohan dalam usahanya untuk melenyapkan gerakan perempuan dan berpura-pura dengan mengatakan bahwa yang dilakukan oleh kaum perempuan hanyalah mengeluh. Berbagai usaha juga dilakukan untuk memperlihatkan kepedulian-dengan menyusun departemen khusus di pemerintahan, komisi-komisi, atau proyek-proyek untuk menarik perhatian kaum perempuan, dengan tekun berusaha mengintegrasikan kepemimpinan gerakan perempuan ke dalam pola yang dapat diterima sebagai kolaborasi kelas. Di banyak negara, kelas penguasa dipaksa untuk membuat beberapa konsesi yang terlihat seperti membahayakan secara ideologi dan ekonomis-dan pada akhirnya ditarik kembali
Tujuan yang hendak dicapai tetap sama, walau dengan taktik yang berbeda yaitu meradikalisir wacana perubahan minimal dari sistem kapitalis
Di banyak negara industrialis sudah ada tindakan untuk memperluas cuti hamil dengan besarnya upah yang diterima selama cuti dan jaminan untuk dapat bekerja kembali setelah cuti. Sebagian negara lainnya, terdapat perdebatan di pemerintahan mengenai ditegakkannya keadilan atas peraturan upah yang sama atau meliberalisasikan hukum perceraian
Pemerintah di banyak negara, dibawah tekanan mobilisasi dan organisasi perempuan telah mensahkan beberapa undang-undang yang berkaitan dengan hak-hak perempuan seperti undang-undang anti diskriminasi, undang-undang mengenai hak yang sama, bahkan ide mengenai program aksi dalam berbagai bentuk. Bagaimanapun juga, dalam kehidupan sehari-hari mayoritas perempuan belum dapat merasakan dampak dari diberlakukannya undang-undang ini
Setelah perjuangan yang lama, melelahkan dan berlarut-larut akhirnya kasus-kasus diskriminasi individu dapat diajukan ke pengadilan di Australia. Sebelumnya pada kasus-kasus seperti ini kaum perempuan sebagai korban diskriminasi justru menderita dan dilecehkan setelah kasus ini dibuka walaupun ada kemungkinan ia memenangkan dakwaannya. Ada kecenderungan untuk meminimalisir hukum dari pendekatan dan hukuman yang dijatuhkan pada kasus-kasus ini. Satu perkecualian adalah pada kasus dimana 34 perempuan melakukan gugatan class action menentang diskriminasi di pengadilan. Yang menarik adalah bahwa mereka tidak hanya berpijak pada proses hukum saja melainkan juga aktif mengkampanyekan tuntutan ini selama lebih dari 10 tahun hingga dapat memenangkan tuntutan tersebut
Keberhasilan dalam membangun kesadaran tentang diskriminasi kerja dan praktek promosi lebih dapat dilihat dari adanya kesempatan kerja yang sama dan aksi-aksi sepihak ketika berada di sektor publik dan perusahaan-perusahaan besar daripada sekedar memantau level pekerjaan perempuan di sektor yang berbeda dan level promosi selain tidak adanya sanksi apabila tidak memenuhi target partisipasi
Meningkatnya kesadaran publik tentang diskriminasi terhadap perempuan membuat partai borjuis liberal dan konservatif merancang berbagai taktik untuk memenangkan suara perempuan. Terjadi pergeseran di kalangan perempuan yang mengalami situasi ekonomi dan sosial sejak perang dunia II, mereka menyerahkan suaranya pada partai liberal (termasuk sosial demokrat) dan menjauhi partai-partai konservatif
Respon terhadap spektrum yang disebrangi partai-partai borjuis dapat dilihat dari meningkatnya jumlah perempuan yang bekerja di perkantoran. Tetapi walaupun pemerintah sudah terbentuk, jumlah perempuan yang duduk di kabinet atau eksekutif masih relatif kecil
Saat partai-partai liberal memainkan isu-isu spesifik yang mempengaruhi perempuan, ide-ide dan kepentingan kaum feminis telah mempengaruhi partai-partai konservatif
Gugatan atas hak-hak perempuan telah membuat renggang koalisi antara partai nasional dan liberal konservatif di Australia-terlebih pada gugatan atas hak untuk mendapat pekerjaan seiring dengan meningkatnya jumlah pengangguran. Kaum liberal terpecah, sejak, Australian Demokratik semakin bergeser ke kiri di tahun 1980-an. Pergeseran ini ditunjukkan oleh dukungan Australian Demokrat terhadap tuntutan gerakan pembebasan perempuan dan kampanye mereka pada kepemimpinan perempuan di parlemen
Bagaimanapun juga, tuntutan kaum perempuan belum terpenuhi saat program sosial yang memberi dampak langsung dan signifikan pada perekonomian-seperti fasilitas penitipan anak berkualitas dan murah-janji-janji besar kaum politisi borjuis dan pemerintah kapitalis tidak terealisir terlebih dengan semakin dalamnya krisis ekonomi yang berkepanjangan, justru hal pertama yang mereka lakukan adalah memotong subsidi pada fasilitas penitipan anak yang memang sudah terbatas. Diikuti pemotongan pada hal-hal yang bersifat pribadi-termasuk mempertahankan dan mereproduksi tenaga kerja, meletakkan kembali pelayanan komunitas dan kesehatan sebagai kerja domestik tanpa upah
Akses terhadap aborsi dan hak yang tidak tercapai
Salahsatu keberhasilan dari gerakan pembebasan perempuan yang cukup substansial adalah akses terhadap aborsi secara tegas. Di lebih dari 20 negara terjadi liberalisasi terhadap hukum-hukum aborsi
Di setiap negara dimana kaum perempuan sedang melakukan gugatan terhadap hak aborsi, semakin jelas terlihat bahwa hal ini tidak akan tercapai dibawah sistem kapitalisme, sebagai pilihan reproduksi. Kelas penguasa memandang akses terhadap aborsi resmi sebagai setan tanpa melihatnya sebagai kepentingan tiap individu perempuan bahkan memberikan alternatif dengan pelayanan kesehatan, informasi dan konseling
Bagaimanapun juga, secara politis penting untuk melihat secara jelas organisasi-organisasi yang memperjuangkan hak seperti ‘Laissezles Vivre’, ‘Oui a la Vie?’, ‘Right to Life’, and ‘Society for the Protection of the Unborn Child’, yang dihubungkan dengan arus xenophobia, rasis dan keberadaan fasis, dan menjadi santapan kebijakan pejabat pemerintah. Sesuai dengan fungsinya sebagai pelindung status quo yang paling fanatik telah mencoba untuk memobilisir prasangka terbelakang kelas pekerja dan borjuis kecil dan hal ini memberi sumbangan berharga untuk penguasa. Namun peran mereka akan jauh berkurang tanpa campur tangan baik sembunyi-sembunyi maupun terbuka dari dominasi kelas penguasa
Indikator lebih jelas dapat dilihat pada usaha-usaha di Amerika untuk mengikis akses pada aborsi dan membalik kebijakan Roe vs Wade pada tahun 1973 yang dikenal sebagai hak konstitusional perempuan pada aborsi. Pemerintah federal dan negara dan pengadilan berusaha mengikis hak konstitusional ini untuk mempersulit akses terhadap aborsi dengan cara mengurangi usia kehamilan yang diijinkan untuk aborsi atau membatasi hak perempuan dalam membuat keputusan (tergantung pada ijin partner, orangtua dan lain-lain), dan memperketat akses terhadap pelayanan kesehatan atau memotong subsidi untuk sistem kesehatan. Pemerintahan Reagan dan Bush menentang hak perempuan atas aborsi dan berusaha melemahkan baik melalui kekuasaan pengadilan maupun dengan mobilisasi massa bawah yang fanatik terhadap ‘moral masyarakat’ dan gereja-gereja trangelical, menyerang dengan cara membakar klinik aborsi dan penjagaan massa untuk mencegah kaum perempuan memasuki klinik aborsi
Pembatasan akses terhadap aborsi juga dilakukan di Australia dengan cara memisahkan aborsi dari asuransi kesehatan publik, membatasi usia kehamilan yang diijinkan untuk aborsi, membatasi fasilitas rumahsakit dengan mencegah berdirinya klinik terutama yang berorientasi feminis. Namun mobilisasi kelompok pro-choice dengan tekanan publik yang luas telah menggagalkan usaha ini
Respon dari Partai Sosial Demokrat
Seluruh aliran politik yang mengklaim mewakili kepentingan kelas pekerja menolak keras kemunculan gerakan pembebasan perempuan. Bahkan Partai Sosdem tercengang dengan perkembangan radikalisasi yang signifikan tanpa memandang kepemimpinan mereka
Respon kaum Sosdem terhadap gerakan pembebasan perempuan bervariasi di tiap negara, tergantung pada kekuatan gerakan, pengaruhnya pada kelas pekerja dan kedekatan kaum Sosdem itu sendiri dengan pemerintahan di negara kapitalis mereka masing-masing. Tetapi seluruh respon kaum Sosdem ditentukan oleh 2 obyektifitas konflik:
Komitmen mereka terhadap institusi dasar kelas penguasa, termasuk keluarga, dan kepentingan mereka untuk mempertahankan dan memperkuat pengaruh mereka pada kelas pekerja jika mereka memasukkan perjuangan kelas pekerja ke dalam hubungan kepemilikan kapitalis
Kebangkitan gerakan pembebasan perempuan telah memaksa kaum Sosdem untuk menerima perubahan situasi politik. Khususnya di tahun 1975 munculnya kebingungan dalam mengambil posisi, sebagian dalam merespon inisiatif kaum borjuis mengenai tahun perempuan internasional
Meskipun para fungsionaris partai Sosdem tidak bersedia mengakui keberadaan gerakan perempuan independen, dimana anggota-anggota perempuan secara perorangan ikut aktif berpartisipasi dalam organisasi yang baru muncul
Dengan diwarnai pertumbuhan gerakan perempuan di Australia pada awal 1970-an, pemerintah buruh Whitlam berusaha memenangkan dukungan politik dengan cara menyalurkan sejumlah besar subsidi yang dimotori oleh gerakan seperti pusat kesehatan perempuan dan pengungsi, dukungan untuk ibu-ibu pensiunan, menghilangkan pajak kontrasepsi, menjalankan program selama 3 tahun untuk memperkenalkan upah yang sama. Dari segi ekonomi proyek ini dilihat masih belum cukup besar, sehingga ALP membuat kebijakan yang bisa menarik perhatian kaum perempuan (misalnya tentang aborsi dan penitipan anak) dengan ini ALP memposisikan diri sebagai pemerintah yang ‘pro perempuan’. Sebagai hasil dari percumbuan dengan suara perempuan, pemerintah buruh mengesahkan undang-undang anti diskriminasi dan kesetaraan
ALP dan birokrat serikat buruh berusaha untuk mengintegrasikan kaum feminis dalam institusi menurut kerangka reformisme borjuis, untuk melakukan perubahan yang dikatakan sebagai evolusi alamiah atas ‘masyarakat demokratik’ yang justru mengaburkan peran dan perlawanan kaum perempuan dalam melakukan perubahan. Komite penasihat perempuan telah didirikan dan banyak aktifis lama yang bekerja di pemerintahan dan birokrasi serikat buruh pada posisi managemen level atas, peneliti dan penasehat. Meskipun para ‘femocrat’ ini sudah lama bicara tentang persamaan untuk perempuan namun dalam prakteknya mereka menerima pembatasan dalam aktivitas mereka dengan tunduk pada kebijakan pemerintah dan tidak memiliki kekuasaan eksekutif
Saat ini setelah kaum feminis banyak memperjuangkan tuntutan persamaan bersama ALP, kaum perempuan memiliki akses dalam seleksi calon di partai. Walaupun dalam proporsi yang berbeda kaum perempuan dapat memiliki posisi di kepengurusan ALP. Kemenangan ini didapat sebagai hasil dari perjuangan untuk mengimplementasikan kebijakan sosial untuk merubah situasi mayoritas perempuan
Partai Sosdem dengan tegas memproklamirkan komitmennya untuk mengangkat beban kelas pekerja perempuan dan tidak ragu-ragu dengan ketegangan yang dimunculkan oleh tuntutan kaum borjuis. Gambaran ini terlihat jelas pada saat pemerintahan buruh Hawke terpilih pada tahun 1983
Pemerintahan Hawke membuat persetujuan dengan ACTU untuk menjalankan program jangka panjang berupa pemotongan upah dan standar kehidupan yang berlaku untuk semua orang, dengan retorika bahwa persetujuan itu dibuat karena kondisi menyedihkan atas upah yang rendah dan seksi yang terabaikan dalam kelas pekerja, trutama pekerja perempuan. Dengan begitu pemotongan upah berlawanan dengan ‘upah sosial’ seperti kepentingan kesejahteraan sosial dan susunan pajak
Selama bertahun-tahun dengan adanya persetujuan tersebut secara masif dilakukan pemotongan terhadap kesejahteraan, kesehatan, pendidikan dan fasilitas penitipan anak. Tindakan ini dilakukan dengan retorika pencarian ‘keadilan sosial’ untuk merubah keterbelakangan terutama kaum perempuan. Sebelumnya pada periode ini tingkat upah mengalami penurunan hingga 25%
Pemerintahan serikat buruh
Pada masa sesudah kebangkitan gerakan perempuan terlihat adanya perubahan baik dalam praktek maupun perilaku gerakan serikat buruh. Dibanding ALP, pimpinan serikat buruh lebih lambat dalam merespon tuntutan pekerja perempuan. ALP telah mengadopsi anggaran dasar dari tuntutan pekerja perempuan pada tahun 1977 dan menetapkan dewan penasehat di ACTU, perdagangan negara dan dewan buruh. Secara perlahan kaum perempuan dipengaruhi dengan adanya kebijakan ini. Kasus-kasus nasional seperti cuti melahirkan dan kemudian cuti orangtua dinegosiasi bahkan sebuah kasus yang luarbiasa tentang keadilan upah komparatif yang dimenangkan oleh para perawat. Terdapat peningkatankesadaran diantara serikat buruh mengenai hak perempuan untuk bekerja, kesempatan promosi bagi perempuan, dan beberapa masalah kesehatan dan keamanan. Bahkan memasukkan aborsi sebagai isu industrial. Di area kerah putih kondisi kerja semakin proporsional dan terdapat jaminan keamanan dalam pekerjaan seiring dengan meningkatnya tekanan untuk kerja paruh waktu
Tuntutan kaum perempuan seperti penitipan anak dan sosialisasi kerja-kerja domestik mulai meningkat frekuensinya dalam gerakan serikat buruh. Dalam beberapa kasus kaum perempuan menempatkan tuntutan ini dalam kerangka umum atas kepentingan untuk menghancurkan divisi tradisional di buruh antara laki-laki dan perempuan
Dengan isu ini kaum perempuan mempertanyakan usaha-usaha kaum reformis dalam mempertahankan pembagian antara isu-isu politik dan ekonomi apapun perkembangan perjuangan. Mereka membuat kelas pekerja berfikir dalam term sosial yang lebih luas
Selain berusaha untuk memenangkan peringkat dan kepemimpinan di serikat, kaumperempuan juga wajib mempertanyakan demokratisasi di tubuh serikat. Mereka juga harus memperjuangkan hal-hal yang memungkinkan mereka bisa ikut aktif di organisasi pekerja, seperti hak untuk menampilkan diri secara bebas, untuk membentuk kaukus atau komisi sendiri, untuk ikut dalam kepemimpinan serikat dan agar serikat menyediakan fasilitas penitipan anak selama rapat
Beberapa pemimpin serikat buruh melihat bahwa respon terhadap kebutuhan pekerja perempuan seperti memenuhi hak perempuan untuk membentuk struktur dan komite terpisah juga menjadi salahsatu cara untuk meningkatkan jumlah anggota. Meskipun sebagian organisai masih membatasi atau mengabaikan tuntutan perempuan. Walaupun pemisahan gender dalam angkatan kerja masih berlaku, namun terjadi peningkatan jumlah perempuan yang bergabung dalam serikat, sementara di lain pihak jumlah keanggotaan laki-laki merosot secara tajam, hal ini dikarenakan adanya pertumbuhan sektor ketiga. Pertumbuhan tehnologi informasi dan peningkatan jumlah serikat di area kerah putih seperti perbankan, pelayanan kesejahteraan, perawat dan lain-lain
Di sisi lain, dengan adanya persetujuan yang melarang aksi mogok, pengaturan metode dalam negosiasi yang harus berlandaskan tripatit yaitu pemerintah, buruh dan serikat buruh telah menurunkan aktifitas kelas buruh, termasuk perjuangan buruh perempuan. Berbagai kemenangan yang telah dicapai kaum perempuan menjadi tidak berarti karena pengaruhnya telah coba direduksi untuk perusahaan
Dengan adanya restrukturisasi industri, gerakan serikat buruh dan sistem hubungan industri telah melemahkan serikat buruh sebagai organ perjuangan. Namun kelemahan serikat tertutupi oleh tingginya kesadaran dan komitmen terhadap kesetaraan bagi perempuan. Persetujuan ini juga menurunkan standar hidup pekerja perempuan, sementara di saat yang sama ACTU memamerkan peningkatan representasi perempuan yang duduk di posisi eksekutif sebagai bukti kemajuan para peempuan di serikat
Pengaruhnya pada Partai Komunis
Partai-partai Komunis di seluruh dunia menjadikan pertahanan keluarga sebagai kerangka ideal bagi hubungan manusia, setelah era 1930-an dimana internasionale ketiga dipermalukan oleh kebijakan-kebijakan Kremlin setelah birokrasi Stalin mengontrol USSR. Hal ini bukan hanya untuk kepentingan jaringan birokrasi di Uni Sovyet melainkan juga untuk mempertahankan status quo kapitalis di negara-negara lin. Partai Komunis mulai mempropagandakan teori reaksioner tentang keluarga di Barat setelah memperkenalkan kode baru keluarga di USSR pada tahun 1934 dan aborsi dilarang pada tahun 1936
Walaupun partai Komunis Stalin membuat hasutan tentang pekerjaan ganda perempuan namun hal ini justru mempermudah kaum perempuan untuk mengatur segala sesuatunya yang berkenaan dengan tugas-tugas rumahtangga. Perjuangan untuk merubah kerja perempuan seperti kondisi cuti hamil, jam kerja yang lebih pendek, justru menjadi pembenar bagi kebutuhan untuk membebaskan perempuan dari tugas-tugas rumahtangga-masih lebih baik daripada mensosialisasikan beban kerja domestik kaum perempuan. Solusi lainnya adalah menuntut kaum laki-laki untuk ikut terlibat dalam kerja-kerja rumahtangga
Partai Komunis terdorong untuk memodifikasi dan menyesuaikan garis politik dengan bangkitnya gerakan perempuan dan adanya usaha-usaha kaum borjuis untuk memanfaatkannya bagi kedudukan mereka. Meskipun para pengikut fanatik birokrasi Stalin seperti partai komunis Amerika yang terpaksa memposisikan sikap reaksioner mereka sebagai oposisi terhadap amandemen hak-hak yang sama di konstitusi
Ketika radikalisasi semakin meruncing, partai komunis semakin pandai dalam melakukan manuver dengan meleburkan diri dalam gerakan dan lebih banyak lagi mengadopsi kata-kata radikal. Hal ini bisa dilihat dari sikap partai komunis di negara-negara imperialis yang membatasi hubungan dengan birokrasi Sovyet di akhir 1960-an agar mendapat dukungan publik yang lebih luas-mereka disebut partai-partai komunis Eropa. Bagaimanapun juga hal ini tidak lantas mendorong partai-partai ini menuju politik revolusioner. Bahkan secara sistematis terpengaruh oleh reformisme gerakan komunis-nya Stalin di pertengahan 1930-an
Partai komunis Eropa mengikutsertakan anggota-anggota perempuan dalam diskusi publik dan mengembangkan kritik pedas tentang tanggungjawab kapitalisme atas status perempuan yang menyedihkan. Namun dalam program dan aksi mereka menolak pembebasan perempuan sama seperti sikap mereka yang beroposisi terhadap perjuangan kelas untuk kepentingan kelas pekerja. Bahkan untuk kepentingan kolaborasi kelas, tesis partai sudah mengesampingkan tuntutan dari perjuangan kelas pekerja. Selain itu menyingkirkan partai komunis Italia yang mendukung liberalisasi hukum aborsi, bekerjasama dengan Demokrat Kristen menolak pembaruan hukum aborsi pada tahun 1976 karena merintangi jalan menuju ‘kompromi sejarah’ dengan yang terdahulu
Lebih jauh lagi, konflik dengan partai komunis lokal-yang mendukung perjuangan untuk pendirian pusat penitipan anak dan aborsi, klinik kontrasepsi, dan aksi-aksi partai komunis nasional-karena bertentangan dengan kepentingan mereka yang mendukung program pemotongan subsidi
Pertentangan terjadi dalam tubuh partai dan serikat buruh dibawah mereka demi melihat ketidaksesuaian antara posisi formal partai dan kolaborasi kelas yang mereka lakukan. Kaum perempuan pun merasa frustasi karena tidak adanya demokrasi dalam tubuh partai dengan adanya kontradiksi antara komitmen pribadi dan pembebasan perempuan dengan garis kebijakan partai; yang membuat mereka tidak bisa memberi pengaruh atas posisi mereka dalam organisasi
Partai-partai komunis juga dipaksa untuk menyesuaikan secara organisasional. Sesudah perang dunia II pengikut Stalin di sejumlah negara membangun organisasi perempuan sendiri. Dengan beragam cara mereka menyikapi radikalisasi perempuandengan mengatakan bahwa kelas pekerja adalah gerakan perempuan yang sesungguhnya. Mereka menghadapi gerakan independen dengan berpura-pura sebagai partai yang bicara tentang kelas pekerja perempuan, namun reaksi mereka menandai pendirian mereka yang sektarian
Partai Komunis Australia
Kepemimpinan partai komunis Australia terkena dampak evolusi komunis Eropa sehingga mengalami perpecahan dan merubah orientasi terhadap gerakan pembebasan perempuan yang telah diatur sejak 1960-an
Partai komunis Australia yang Maois (Marxist-Leninis) dibentuk pada tahun 1964, dan partai Sosialis yang condong ke Moskow dibentuk tahun 1971 tetap mempertahankan tradisi Stalin dalam menghadapi tuntutan perempuan, seperti mempertahankan sistem keluarga dan bahwa persamaan untuk perempuan lebih terjamin melalui perjuangan kelas pekerja daripada mobilisasi perempuan secara terpisah. Mereka melihat bahwa perjuangan perempuan hanya sebatas pada bidang ekonomi-sebagai pekerja perempuan atau tenaga pembantu yang mendukung suami dalam perjuangan
Tapi kemudian partai komunis Australia merubah posisinya pada pertengahan 1970-an. Di satu sisi hal ini menjadikan aktivis pembebasan perempuan semakin memperdalam orientasinya namun disisi lain gagal dalam mengatasi keberadaan mis-edukasi Stalinis
Kepemimpinan partai komunis Australia melanjutkan mengidentifikasikan antara Leninisme dengan Stalinisme, dan seiring dengan menjauhnya dari Stalinisme, mereka juga menanggalkan kesetiaan mereka terhadap ‘Marxisme-Leninisme’. Konsep ekonomi atas perjuangan kelas (dan orientasi oportunis dari birokrasi serikat buruh dan ALP) yang diwarisi dari Stalinisme menjadi inti dari praktek politik mereka. Dari situ mereka menyeleksi massa gerakan agar berorientasi politik-dari daftar perjuangan perempuan, suku Aborigin, kaum gay, perdamaian, perlindungan alam, dll, yang tampak seperti terpisah antara satu sama lain dan dari perjuangan kelas pekerja melawan kapitalisme (yang diidentifikasi dengan perjuangan serikat buruhisme). Partai juga memandang bahwa teori Marxisme tidak mampu menjawab isu pembebasan perempuan, ‘reduksionisme kelas yang sudah usang’ dan memilih berbagai teori feminis borjuis tentang asal mula penindasan perempuan
Pemisahan teori ini diakui secara organisasional. Partai komunis Australia menjadi lebih sektoral. Kaum perempuan diorganisir dalam kolektif perempuan dan bukan pada seluruh kerja dan aktifitas partai. Dampaknya justru semakin mengaburkan tuntutan pembebasan perempuan diantara anggota-anggota partai terutama gerakan serikat buruh dan kepemimpinan
Sangat disayangkan bahwa dengan adanya program kejam persetujuan ALP-ACTU menyebabkan partai komunis Australia menjadi berpihak pada pemerintahan Hawke. Bahkan pemimpin kunci partai komunis Australia ikut terlibat dalam naskah persetujuan dan mengkampanyekannya dalam birokrasi serikat buruh. Dengan argumentasi bahwa ‘keberuntungan’ pekerja laki-laki akan kembali dan membiarkan upah perempuan tertinggal di belakang
Untuk memperthaankan dukungan terhadap kolaborasi kelas yang tercermin dalam persetujuan, pimpinan partai komunis Australia mengembangkan versi sayap kanan politik gender yang disebut ‘kebijakan pendapatan feminis’ yaitu peningkatan pendapatan perempuan dari pengeluaran kaum laki-laki dengan dalih bahwa ‘perjuangan dan mobilisasi adalah masa lalu serikat buruhisme’
Formasi baru politik
Formasi politik demokrasi radikal dan pusat baru didirikan pada akhir 1980-an untuk menanggapi menurunnya kredibilitas dari sosial demokrat dan reformis Stalin. Contoh dari trend ini yang paling terkenal dan berkembang adalah partai hijau Jerman Barat.
Kaum Sosialis kiri yang terdiri dari kelompok perdamaian, anti nuklir, lingkungan dan pembebasan perempuan membentuk partai hijau sebagai alternatif dalam menghadapi evolusi sayap kanan Sos Demokrat di Jerman Barat. Di negara-negara lain juga dibangun partai yang mirip dengan partai hijau Jerman namun tidak terlalu populer di kalangan aktifis gerakan sosial karena lebih banyak mengangkat isu tentang lingkungan
Partai hijau berkolaborasi dengan gerakan pembebasan perempuan dalam mengangkat isu-isu sosial yang beragam. Bagaimanapun juga kelemahan dalam perspektif revolusioner dan kecenderungan pada perubahan sosial yang ditempuh dengan jalan parlementer membuat mereka rentan terhadap kaum oportunis Sos Demokrat. Partai Hijau bahkan membuat koalisi atau ‘perjanjian dengan kaum Sosial Demokrat dan menyingkir dari basis aktivitasnya seperti yang terjadi di Jerman dan Tasmania dan menegaskan kredibilitas mereka sebagai alternatif parlemen menuju sosial Demokrat
6. PEREMPUAN DALAM DUNIA BURUH: PENGHIANATAN TERHADAP PEMBEBASAN
Dari sebuah perjuangan yang menyatu dalam melawan dominasi kapitalis, keberhasilan revolusi Bolshevik di Rusia mengindikasikan potensi dari kaum yang terhisap, terbuang dan tertindas
Revolusi Rusia dan setiap bagian dari revolusi sosialis membawa pengaruh signifikan bagi perempuan termasuk hak-hak demokratik dan integrasi dalam produksi sosial. Kaum Bolshevik dengan kepemimpinan Lenin dan Trotsky secara demonstratif menjadi tolak ukur bahwa revolusi proletar berarti langkah maju bagi kaum perempuan. Pada periode yang sama menunjukkan betapa langkah ini lebih mendasar dibanding dengan perjuangan perempuan di negara kapitalis maju.
Untuk pertamakalinya pemerintah Sovyet mengeluarkan serangkaian undang-undang antara tahun 1917-1927 mengenai persamaan hak antara perempuan dan laki-laki. Proses pendaftaran pernikahan dibuat lebih sederhana atas dasar saling menyukai. Bahkan pada tahun 1927 perkawinan dapat dilakukan tanpa tercatat di lembaga dan perceraian dapat dilakukan atas permintaan salah satu pasangan. Konsep pelanggaran hukum dihapuskan, aborsi menjadi hak setiap perempuan, dan hukum anti-homosexual dihapuskan pada tahun 1918
Anak-anak hingga usia 16 tahun baik laki-laki maupun perempuan menjalani wajib belajar gratis. Legislatif mengesahkan cuti hamil bagi buruh perempuan
Program partai komunis Rusia pada tahun 1919 menyatakan ‘Tugas partai untuk saat ini adalah mengutamakan kerja di bidang ide dan pendidikan untuk menghancurkan segala bentuk ketidakadilan di masa lalu, terutama pada strata proletar dan petani yang terbelakang. Partai berjuang untuk membebaskan kaum perempuan dari beban kerja rumahtangga tanpa perlu memberikan persamaan secara hukum namun dengan rumah-rumah komunal, tempat makan umum, pusat mencuci, perawatan dan lain-lain’
Seluas mungkin program ini diimplementasikan untuk membangun perekonomian dan kekayaan Republik Sovyet yang mengalami kehancuran akibat perang
Mulai dibangun usaha penyadaran untuk melawan norma-norma sosial dan sikap reaksioner terhadap perempuan, yang merefleksikan realitas dari sebuah negara dengan jumlah populasi terbanyak adalah petani, dimana prosentase perempuan sebagai tenaga kerja relatif kecil, dan angka kematian dari tradisi dan adat feodal meliputi seluruh hubungan sosial
Namun seperti yang bisa diduga sikap terbelakang terhadap perempuan juga terjadi dalam partai Bolshevik tidak terkecuali para pimpinannya. Tidak ada pemahaman yang seragam didalam partai mengenai pentingnya merealisasikan program 1919
Politik Kontra-revolusi
Dalam kondisi perekonomian yang terbelakang sebagai akibat perang saudara dan dikuasai oleh petani, usaha untuk membangun dan mempertahankan kekuatan politik kelas pekerja telah memberi kesadaran penuh pada para aktivis dan pejuang revolusioner di Sovyet Rusia.
Di Eropa barat seperti misalnya di Jerman yang perkembangan industrialisasinya paling besar, usaha untuk menghancurkan kaum revolusioner setelah masa perang meningkat, hal ini menjadikan kelas pekerja Sovyet melemah dan demoralis, dan membiarkan massa saling berebut kekuatan politik dalam negara pekerja yang pertama yang dibangun oleh birokrasi Stalin pada tahun 1920-an
Lapisan sosial atas yang mengambil keuntungan dari orde ekonomi baru dan menguras kekayaan Sovyet semakin leluasa karena pondasi ekonomi dari negara pekerja tidak dihancurkan. Demi untuk melindungi dan memperluas kekuasaannya, kaum birokrat memutarbalikkan kebijakan-kebijakan Bolsheviks dalam segala hal, memantau seluruh rencana sosial dan ekonomi pekerja, hak dari bangsa yang tertindas menjadi hak untuk merdeka, pada kebijakan luar negri yang revolusioner
Politik kontra revolusi Stalin menghancurkan seluruh kepemimpinan Bolsheviks pada akhir 1930-an dan membangun diktatorship dengan mengirim ratusan hingga ribuan orang ke penjara, rumah sakit jiwa dan pengasingan, bahkan menghancurkan setiap usaha yang mengarah pada perlawanan
Bagi kaum perempuan kontra revolusi Stalin berarti ditumbuhkan dan dibangunnya kembali sistem keluarga. Trotsky menggambarkan kondisi tersebut dengan ‘semakin sulit untuk membayangkan meraih emansipasi perempuan tanpa kebangkitan ekonomi dan budaya secara menyeluruh, tanpa penghancuran unit keluarga ekonominya borjuis kecil, tanpa pengenalan pada sosialisasi dapur umum dan pendidikan. Sementara itu, birokrasi dengan pikiran konservatifnya memberi tanda bahaya pada ‘disintegrasi’. Melontarkan puji-pujian pada tradisi makan malam keluarga dan pencucian baju, yang semuanya adalah perbudakkan rumahtangga bagi perempuan. Bahkan untuk menutup semua jalan bagi perempuan, birokrasi memberlakukan kembali hukuman untuk aborsi, secara resmi menempatkan kembali status perempuan sebagai hewan kemasan. Lebih jauh kasta penguasa telah mengembalikan inti reaksioner dari rejim kelas yaitu keluarga borjuis kecil yang melengkapi kontradiksi terhadap ABC komunisme (writings, Leon Trotsky, 1937-38 (New York, 1976) hlm 129)
Faktor terbesar yang menyebabkan kemunduran ini adalah keterbelakangan materi dan budaya masyarakat Rusia, yang tidak memiliki basis materi untuk membatasi penindasan terhadap perempuan seperti pusat penitipan anak yang memadai, perumahan, laundri umum dan fasilitas makan malam. Keterbelakangan ini juga yang mengabaikan pemisahan sosial antara buruh laki-laki dan perempuan yang diwarisi dari periode Tsar
Birokrasi reaksioner Stalin secara sadar memberikan perspektif secara sistematis untuk mensosialisasikan beban kaum perempuan dan mulai mengagungkan sistem keluarga, mencoba untuk mengikat keluarga melalui tekanan ekonomi dan peraturan ketat
Untuk satu alasan yang sama masyarakat kapitalis mendukung kebijakan birokrasi untuk memperkuat sistem keluarga-menanamkan sikap tunduk pada kekuasaan dan mempertahankan kalangan minoritas atas. Seperti yang dijelaskan Trotsky, ‘motivasi terbesar atas pemujaan terhadap keluarga di saat ini tidak diragukan lagi sebagai kepentingan birokrasi untuk menjaga stabilitas hubungan hirarki dan untuk mendisiplinkan golongan muda yang berarti 40 juta point dukungan untuk penguasa dan kekuasaan’ (revolution betrayed, New York, 1972. Hlm 153)
Sebagai bagian dari politik kontra revolusi, hukum-hukum yang menentang homoseksualitas dari masa Tsar diajukan dan diperkenalkan kembali
Penguatan keluarga memungkinkan birokrasi untuk mengabadikan pembagian penting dalam kelas pekerja: pemisahan antara laki-laki, sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah’ dan perempuan, sebagai penanggungjawab rumah dan pembelanjaan-sebagai tambahan atas apapun yang mungkin dilakukan oleh perempuan. Atau secara umum hal ini berarti mempertahankan pemisahan antara kehidupan pribadi dan kehidupan umum, yang berdampak isolasi terhadap laki-laki dan perempuan. Dukungan terhadap keluarga inti juga memperkuat birokrasi untuk meminimalkan biaya pelayanan sosial melalui slogan ‘keluarga untuk keluarga itu sendiri’, dan kerangka kebijakan dalam program menyeluruh yang sedikit berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan pekerja
Kondisi di Uni Sovyet yang diciptakan oleh revolusi proletar dan kontra revolusinya Stalin tidak secara mekanis direproduksi di seluruh negara itu dimana Stalin mengambil kekuasaan dalam perang dunia II. Terdapat perbedaan penting antar satu daerah atau negara dengan daerah atau negara lain dalam hal sejarah, kebudayaan, ekonomi dan sosial. Namun terpisah dari perbedaan derajat partisipasi perempuan dalam proses produksi atau perluasan pusat penitipan anak dan pelayanan sosial lainnya, di seluruh ‘negara-negara sosialis’ di Eropa Timur, China, Mongolia dan Korea Utara terdapat kebijakan resmi untuk mempertahankan ketidaksetaraan perempuan dalam sosial dan ekonomi yang bertujuan untuk membenarkan kerja domestik perempuan
Situasi kontradiktif
Situasi kaum perempuan di USSR dan Eropa timur di bawah rejim Stalin menunjukkan bahwa basis material untuk pembebasan perempuan bukan sekedar tidak adanya kesetaraan dalam pekerjaan, pendidikan dan lain-lain
Tidak diragukan lagi kaum perempuan Sovyet memiliki pandangan tersendiri, sebagai contoh, di tahun 1986 92% dari perempuan Sovyet adalah pekerja upahan atau belajar di luar rumah. Tercatat 51% perempuan Sovyet adalah pekerja upahan dari jumlah populasi sebesar 53%. 40% dari ilmuwan dan tehnisi Sovyet adalah perempuan. Di akhir 1970-an proporsi pelajar perempuan yang melewati jenjang universitas sebesar 82% dari pelajar laki-laki, sementara di Amerika hanya berkisar 62%. Dan di pertengahan 1970-an 40% dari lulusan engineering adalah perempuan sementara di Amerika sekitar 4,5%
Ideologi Stalin mengklaim bahwa kesetaraan antara perempuan dan laki-laki di USSR dan Eropa timur telah tercipta dengan terbukanya jalan bagi perempuan untuk memasuki dunia kerja upahan. Namun sementara perempuan mendapat legalitas kesetaraan secara hukum dan mencapai lebih dari separo tenaga kerja upahan, beban kerja juga semakin kuat dengan tetap di pertahankannya tugas mereka untuk mereproduksi tenaga kerja
Dengan mempertahankan individu keluarga sebagai unit dasar ekonomi masyarakat Stalinisme juga mempertahankan ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan. Dan dengan mengabaikan penyediaan altenativ sosialisasi kerja-kerja domestik juga berarti memperkuat sikap terbelakang atas pembagian seksual tenaga kerja. Stalinisme memperkuat barisan yang mencegah perempuan berpartisipasi penuh dalam kehidupan sosial, ekonomi dan politik
Tanggungjawab abadi kaum perempuan atas kerja-kerja domestik meliputi melahirkan dan membesarkan anak, memasak, membersihkan, mencuci dan memenuhi kebutuhan setiap anggota keluarga, hal ini merupakan basis ekonomi dan sosial atas kemunduran perempuan dan berdampak pada dikriminasi pekerjaan dan upah. Hal ini berpengaruh besar pada perempuan, bagaimana mereka memandang dirinya, peran mereka di masyarakat dan tujuan yang ingin dicapai
53% dari penerima upah di Uni Sovyet adalah perempuan namun mereka ditempatkan secara tidak proporsional dalam sektor tradisional produksi dan pelayanan yang tidak membutuhkan ketrampilan, upah rendah dan pekerjaan yang tidak membutuhkan tanggungjawab besar. Menurut buku tahunan USSR 1987 tercatat 87% perempuan bekerja sebagai pedagang eceran dan catering. 80% sebagai guru sekolah tingkat I dan II dan 100% dari guru pra sekolah adalah perempuan
Secara menyolok perempuan Sovyet tidak menempati posisi manajer yang lebih tinggi dan birokrasi puncak. Di tahun 1983 lebih dari 40% perempuan bekerja di perkantoran (dibandingkan Amerika yang hanya 8%). Namun tentu saja mereka lebih banyak dikonsentrasikan di pemerintahan lokal. Sementara di tahun yang sama hanya 8% perempuan yang berada di komite sentral CPSU. Tahun 1976 lebih dari 40% dari seluruh ilmuwan adalah perempuan, namun perempuan hanya diwakili 3 dari 243 yang menjadi anggota penuh di Akademi ilmu USSR. Hanya 6,6% dari seluruh industri yang dikepalai oleh perempuan. Pengkonsentrasian perempuan pada pekerjaan dengan upah rendah membawa dampak pada perbedaan upah berdasarkan gender. Di tahun 1991, rata-rata upah perempuan di Uni Sovyet hanya sekitar 60-65% dari laki-laki-bandingkan dengan data tahun 1924 sebesar 64,4%
Di tahun 1970-an di seluruh negara-negara Eropa timur perbedaan upah antara laki-laki dan perempuan berkisar antara 27 – 30%, diluar hukum kesetaraan upah yang sudah berlaku selama bertahun-tahun di negara ini. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan tidak bekerja pada pekerjaan yang sama dengan laki-laki. Kaum perempuan tidak hanya karena terus didorong untuk ‘pekerjaan perempuan’ dengan upah rendah, dan bukan hanya terus bekerja di sektor ini. Para perempuan yang over kualitas atas pekerjaan yang mereka pegang, namun juga hanya sedikit dari mereka yang kerja magang untuk perbaikan upah, atau kerja-kerja yang membutuhkan keahlian (khususnya industri berat). Tanggungjawab domestik membuat mereka sulit untuk mengembangkan potensi. Selain itu hukum juga turut memproteksi berlakunya diskriminasi yang mencegah perempuan untuk memiliki pekerjaan yang sama dengan laki-laki
Kontrol atas reproduksi perempuan dan seksualitas
Stalinisme tidak hanya mengubah kesetaraan perempuan dalam bidang ekonomi dan sosial namun juga dalam peran reproduksinya. Pemisahan kerja sosial antara laki-laki dan perempuan diperkuat dengan kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan angka kelahiran untuk memenuhi kekurangan tenaga kerja. Selain itu bagi perempuan yang melakukan aborsi mendapat perlakuan hina seperti juga hukuman ekonomis berupa tidak dibayarnya upah cuti sakit selama aborsi atau menolak untuk mengcover aborsi dengan prosedur pengobatan gratis
Melalui revolusi Rusia, Lenin dan pimpinan lainnya menyetujui bahwa hak dasar demokratik perempuan adalah akses pada aborsi namun kenyataannya pandangan itu sudah ditinggalkan Stalin
Sekitar tahun 50-60an ke depan secara umum aborsi sah dilakukan di Uni Sovyet dan Eropa timur namun hingga saat ini pendidikan sex dan informasi mengenai metode kontrasepsi ditolak di kebanyakan negara-negara Eropa timur. Meskipun sekitar tahun 1980-an metode dan peralatan kontrasepsi tersedia dalam jumlah terbatas meskipun persediaan ada namun sulit didapat. Aborsi menjadi metode kontrasepsi yang beresiko akibat tidak adanya pusat keluarga berencana
Untuk mengendalikan pertambahan populasi, birokrasi Stalin menerapkan sanksi ekonomi bagi pasangan yang memiliki lebih dari 2 anak di Cina. Prinsipnya adalah sama bahwa hak perempuan untuk memilih subordinat terhadap keputusan ekonomi yang dikeluarkan oleh pemerintah. Pemerintah menerapkan kebijakan yang memperkuat penindasan seksual di negara-negara Eropa Timur dan Cina. Pemerintah menolak segala bentuk kebebasan seksual seperti kurang tersedianya perumahan, minimnya pendidikan untuk anak-anak, menolak menyewakan kamar hotel untuk pasangan yang tidak menikah dan menekan perkawinan yang tertunda. Eksplorasi seks dicurigai dan dianggap penyimpangan. Kaum perempuan merasa jenuh dengan norma-norma dan kebijakan yang menindas sehubungan dengan posisi mereka dalam keluarga
Saat situasi politik mulai terbuka di USSR pada tahun 1988 satu opini publik yang pertama muncul adalah hilangnya moral perkawinan dan seksualitas, bahwa terdapat ‘perilaku yang pantas dikutuk’. Perilaku terkutuk tersebut adalah seks pra nikah, hidup bersama tanpa menikah dan peningkatan angka perceraian
Filed under: Feminist-Sosialis Book