Norma-norma sosial dan perilaku reaksioner
dari pemerintah Stalin ditambah dengan diperkuatnya sistem keluarga membuat kelas pekerja di Eropa Timur lemah terhadap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dalam menghadapi krisis sosial dan ekonomi akibat pemerintah yang oversentralistik dan kurang pengalaman-seksi signifikan dari pemerintahan berusaha untuk mengubah diri menjadi borjuis baru dalam usahanya untuk memulihkan kapitalisme
Kebanyakan negara-negara blok Sovyet memiliki jumlah pekerja yang cukup tinggi sebelum kejatuhan akibat pemerintah menerapkan sistem ekonomi terpusat di tahun 1989-1990. Namun saat ini jumlah pengangguran membumbung tinggi dan kaum perempuan lebih cepat kehilangan pekerjaan dibanding laki-laki. Di seluruh daratan Eropa kaum perempuan membuat pekerja pabrik menjadi lebih bernilai dan mendorong ke arah privatisasi yang dikombinasikan dengan berakhirnya subsidi energi Sovyet yang berarti penutupan pabrik pada angka yang mengejutkan. 77% dari jumlah pengangguran di Moskow pada tahun 1991 adalah perempuan. 80% dari PHK di pusat administrasi kota Moskow adalah pekerjaan yang semula ditempati oleh perempuan
Setelah itu giliran pelayanan sosial seperti penitipan anak, laundri umum, subsidi bagi pengangguran perempuan yang sudah menikah-meskipun dibawah rejim Stalin sudah sangat dibatasi- yang menjadi sorotan
Elit Pemerintah mencoba menghambat perkembangan perlawanan masif kaum buruh akibat kehilangan pekerjaan dan pelayanan sosial gratis yang kebijakan ‘pasar bebas’nya ditentukan dengan menguatkan ide reaksioner bahwa peran ‘alamiah’ perempuan adalah di rumah sebagai ibu-istri-penjaga rumah. Khususnya di Polandia, bagian yang paling ofensif dan signifikan dari elit Pemerintah telah mengakomodir tuntutan para pemuka agama Khatolik agar aborsi dilarang. Hal yang sama juga dilakukan di negara Jerman bersatu untuk mencegah terjadinya aborsi di negara bentukan Republik Demokratik Jerman dan menggolongkan aborsi sebagai tindakan kriminal