By Alan Woods and Ted Grant
Monday, 03 September 2007
“Ada hantu bergentayangan di Eropa.”
(Manifesto Komunis)
Mark Twain pernah berkelakar bahwa kabar burung tentang kematiannya telah dibesar-besarkan. Juga merupakan fakta yang mencolok bahwa, selama 150 tahun terakhir,
Marxisme telah berulang-ulang dinyatakan mati. Walau demikian, untuk alasan yang tidak diketahui, Marxisme tetap segar-bugar. Bukti yang paling sahih tentang hal ini adalah dari serangan yang ditujukan padanya, yang bukan hanya terus berlanjut tapi juga semakin kerap dan juga semakin kasar. Jika Marxisme memang tidak punya makna, mengapa bersusah-payah membahasnya? Faktanya adalah bahwa para penentang Marxisme masih terus dihantui oleh bayangan yang dulu juga. Mereka mau tidak mau sadar bahwa sistem yang mereka pertahankan sedang berada dalam kesulitan yang serius, tersayat-sayat oleh kesulitan yang tak teratasi; bahwa keruntuhan sosialisme totalitarian, yang hanya merupakan karikatur Marxisme, belumlah merupakan kata tamat bagi cerita ini.
Dalam beberapa tahun terakhir, sejak keruntuhan Tembok Berlin, terjadilah serangan balasan ideologis yang tak terperikan terhadap Marxisme, dan terhadap ide sosialisme secara keseluruhan. Francis Fukuyama bahkan melangkah jauh dengan memaklumkan ide “Akhir Kesejarahan”. Tapi sejarah terus berlanjut, dan dengan api dendam di dadanya. Rejim monster Stalinisme di Uni Sovyet telah digantikan oleh rejim yang lebih mengerikan lagi. Makna sejati bagi “reformasi pasar bebas” di Uni Sovyet, telah terbukti adalah kejatuhan yang parah atas kekuatan produktif, ilmu pengetahuan dan kebudayaan; dalam skala yang hanya dapat diperbandingkan dengan kehancuran sehabis kalah perang.
Walau demikian – atau justru karena itu – para pengagum khasiat kapitalisme kini mengabdikan sumberdaya yang lumayan besar untuk mencoba membuktikan bahwa kejatuhan Stalinisme berarti kejatuhan sosialisme secara keseluruhan. Mereka mendakwa bahwa ide-ide Marx dan Engels, yang kemudian dikembangkan oleh Lenin, Rosa Luxemburg dan Trotsky, terbukti keliru. Walau demikian, setelah kita meneliti lebih dalam, yang justru nampak semakin jelas adalah bahwa krisis dari apa yang disebut ekonomi pasar-bebas ini, yang kini, di negeri maju saja, telah memenjarakan 22 juta umat manusia ke dalam pengangguran, memboroskan potensi kreatif dari satu generasi penuh. Seluruh masyarakat Barat tiba-tiba tersadar bahwa mereka berada dalam sebuah jalan buntu, bukan hanya secara ekonomi, politik dan sosial, tapi juga secara moral dan budaya. Kejatuhan Stalinisme, yang telah diramalkan oleh kaum Marxis puluhan tahun yang lalu, tidaklah dapat menyamarkan fakta bahwa, pada dasawarsa akhir abad ke-20, sistem kapitalis tengah berada dalam krisis tajam dalam skala dunia. Para ahli strategi kapital memandang masa depan dengan rasa suram yang mendalam. Dan orang-orang yang terhitung paling jujur di antara mereka tengah bertanya-tanya di dalam hati, pertanyaan yang mereka tidak berani menjawabnya sendiri: Adakah memang Karl tua itu benar?
Apakah seseorang menerima atau menolak ide-ide Marxisme, mustahil menyangkal dampak kolosal yang ditimbulkannya atas dunia. Sejak kemunculan Manifesto Komunis, sampai hari ini, Marxisme telah menjadi faktor penentu, bukan hanya di lapangan politik, tapi juga dalam perkembangan pemikiran manusia. Mereka yang berjuang melawannya mau tidak mau juga dipaksa mengambilnya sebagai batu pijakan. Dan, tidak tergantung dari kondisi yang sekarang terjadi, Revolusi Oktober telah mengubah jalannya seluruh sejarah dunia. Satu pengenalan yang akrab terhadap teori Marxisme, dengan demikian, merupakan satu prakondisi perlu bagi mereka yang ingin memahami gejala-gejala terpenting yang terjadi di masa ini.
Peranan Engels
Bulan Agustus 1995 bertepatan dengan ulang tahun keseratus dari wafatnya Frederick Engels, orang yang, bersama dengan Karl Marx, mengembangkan satu cara yang sama sekali baru dalam memandang dunia, baik dalam dalam bidang alam, masyarakat maupun perkembangan manusia. Peran yang dimainkan oleh Engels dalam perkembangan pemikiran Marxis adalah satu hal yang tidak pernah diperlakukan dengan sepantasnya. Hal ini sebagian dikarenakan oleh kejeniusan Marx yang menjulang tinggi, yang tentu saja akan menutup makna sumbangan-sumbangan yang diberikan oleh sahabat dan kawan seperjuangannya itu. Sebagian lagi penyebabnya adalah hasil kerendahan hati Engels sendiri, yang selalu mengecilkan perannya sendiri, karena ia lebih suka menekankan pentingnya peran Marx. Pada saat kematiannya, Engels telah memberikan pesan bahwa tubuhnya harus dikremasi dan abunya ditaburkan ke laut di Beachy Head, karena ia tidak menginginkan monumen bagi dirinya. Seperti Marx, ia dengan sungguh-sungguh mengecam segala bentuk pemujaan individu. Satu-satunya monumen yang mereka inginkan bagi diri mereka adalah ide-ide mereka, yang menyediakan satu basis ideologis yang komprehensif untuk perjuangan bagi perubahan masyarakat menuju sosialisme.
Banyak orang tidak menyadari bahwa cakupan Marxisme jauh melampaui persoalan politik dan ekonomi. Di jantung Marxisme terdapatlah satu filsafat materialisme dialektik. Sayangnya, kerja-kerja berat yang dicurahkan Marx dalam penulisan Capital telah membuatnya gagal menulis satu karya yang komprehensif tentang subyek ini, seperti yang semula diniatkannya. Jika kita tidak menghitung karya-karyanya yang awal, seperti The Holy Family dan The German Ideology, yang walaupun merupakan karya yang penting tapi baru merupakan satu karya persiapan dalam pengembangan satu sistem filsafat baru, dan juga tidak menghitung Capital, yang merupakan satu contoh klasik dari penerapan kongkrit metode dialektik dalam bidang ekonomi, maka karya-karya prinsipil dalam filsafat Marxis dapat dianggap seluruhnya ditulis oleh Engels. Siapapun yang ingin memahami materialisme dialektik harus mulai dengan memahami secara bulat Anti-Dühring, The Dialectics of Nature, dan Ludwig Feuerbach.
Samapai sejauh mana tulisan-tulisan filsafat orang ini, yang wafat seabad lalu, dapat bertahan dalam ujian waktu? Inilah titik start dari karya yang ada di tangan Anda sekarang ini. Engels mendefinisikan dialektika sebagai “hukum gerak paling umum dari alam, masyarakat dan pemikiran manusia.” Dalam The Dialectics of Nature, khususnya, Engels menancapkan kakinya pada satu telaah yang teliti atas pengetahuan ilmiah yang termaju pada jamannya, untuk menunjukkan bahwa “ujung-ujungnya, seluruh mekanisme kerja alam adalah dialektika.” Salah satu tujuan dari buku ini adalah untuk menunjukkan bahwa penemuan-penemuan ilmiah terpenting di abad ke-20 merupakan bukti-bukti nyata atas pernyataan itu.
Apa yang paling mengagumkan bukanlah serangan terhadap Marxisme, tapi justru kenaifan yang ditunjukkan oleh para penentangnya, yang jelas menunjukkan bahwa mereka sama sekali tidak tahu apa-apa tentang Marxisme itu sendiri. Kita semua yakin bahwa seseorang tidak akan berani mengambil profesi sebagai mekanik mobil tanpa mempelajari mekanika, tapi sepertinya semua orang merasa berhak menyatakan pendapat mengenai Marxisme tanpa mengetahui secuilpun pengetahuan tentangnya. Buku ini adalah satu upaya untuk menjelaskan ide-ide dasar filsafat Marxis, dan menunjukkan hubungan antara dia dan posisi ilmu pengetahuan dan filsafat dalam dunia modern. Niatan dari para penulis adalah untuk menulis satu trilogi, yang akan mengulas ketiga unsur penyusun Marxisme – 1) filsafat Marxis (materialisme dialektik), 2) teori Marxis tentang sejarah dan masyarakat (materialisme historis), dan 3) teori ekonomi Marxis (teori nilai kerja).
Pada awalnya, kami berniat mengikutkan satu bagian tentang sejarah filsafat, tapi melihat panjangnya buku ini kami memutuskan untuk menerbitkan bagian itu sebagai sebuah buku tersendiri. Kami mulai dengan satu ulasan mengenai filsafat Marxisme, materialisme dialektik. Ini adalah satu hal yang mendasar karena itulah metodologi Marxisme. Materialisme historis adalah penerapan dari metode ini terhadap telaah atas perkembangan peradaban manusia; teori nilai kerja adalah hasil dari penerapan metode yang sama terhadap bidang ekonomi. Satu pemahaman atas Marxisme tidaklah dimungkinkan tanpa pemahaman yang bulat atas materialisme dialektik.
Puncak pembuktian atas dialektika adalah alam itu sendiri. Telaah atas ilmu pengetahuan merupakan salah satu pusat perhatian Marx dan Engels sepanjang hidupnya. Engels telah meniatkan untuk menulis satu karya panjang, yang merincikan hubungan antara materialisme dialektik dengan ilmu penetahuan, tapi ia gagal menyelesaikannya karena kerja-kerja berat yang dituntut oleh penulisan jilid kedua dan ketiga dari Capital, yang masih berupa draft ketika Marx meninggal dunia. Draft Engels atas The Dialectics of Nature baru diterbitkan di tahun 1925. Tapi, bahkan dalam bentuknya yang belum rampung itu, buku itu telah menjadi satu sumber yang tak ternilai bagi telaah atas filsafat Marxis, dan menyediakan satu cara pandang yang gemilang atas masalah-masalah pokok ilmu pengetahuan.
Satu dari masalah yang kami hadapi dalam penulisan buku ini adalah fakta bahwa kebanyakan orang hanya memiliki pengetahuan tangan-kedua atas Marxisme, bukan apa yang dipelajarinya sendiri melainkan apa yang didengar-dengarnya dari orang lain. Hal ini sangat disayangkan, karena satu-satunya cara untuk memahami Marxisme adalah dengan membaca sendiri karya-karya Marx, Engels, Lenin dan Trotsky. Kebanyakan buku yang mencoba (atau berpura-pura mencoba) menerangkan “apa yang dimaksudkan oleh Marx” tidaklah berharga sama sekali untuk dibaca. Dengan demikian kami memutuskan untuk mengikutkan sejumlah besar kutipan panjang, khususnya dari Engels. Sebagian ditujukan untuk memberi para pembaca akses langsung kepada ide-ide itu tanpa “diterjemahkan lebih lanjut,” sebagian lagi dengan harapan bahwa kutipan-kutipan itu akan merangsang pembaca untuk membaca sendiri tulisan asli mereka. Cara ini tidaklah membuat buku ini menjadi lebih mudah dibaca tapi, menurut kami, sangatlah perlu. Dengan cara berpikir yang sama, kami merasa berkewajiban untuk mengutip pula berbagai kutipan panjang dari para penulis yang tidak kami sepakati, supaya para pembaca dapat melihat dengan mata kepala sendiri apa yang sesungguhnya mereka katakan.
London, 1 Mei 1995