MENEMPATKAN GARIS MASSA DI ATAS YANG LAIN
Dalam berbagai pengalaman kita dengan aksi, maka pelajaran apakah yang bisa kita petik ?
Kawan‑kawan tentunya akan merasa heran dengan kemampuan kekuatan sendiri. Sikap‑sikap takut dan khawatir yang muncul pada sebelum dan ketika aksi akan dimulai, membuat was‑was dan ketidak-pastian didalam diri masing‑masing. Tapi apa yang tejadi ketika aksi itu sendiri berlangsung adalah sesuatu yang baru sama sekali, yang ternyata membuat kegeloraan jiwa dan perasaan. Rasa was‑was tapi juga disertai semangat yang meluap‑luap untuk terus menerus aksi. Kita menjadi seperti dilahirkan kembali pada ke tika itu, dan jadi mampu melihat dunia yang baru, yang memenuhi kita akan kemajuan‑kemajuan baru.
Aksi‑aksi berlanjut karena sifatnya yang akumulatif, yang menelan sesuatu yang sudah usang dan mewujud kedalam pengalaman-pengalaman baru yang mendidik diri sendiri, tanpa disadari. Akan tetapi bila aksi‑aksi terus berlanjut tanpa sesuatu tujuan yang makin bertambah jelas, dan makin melayani pelaku‑pelakunya sendiri yaitu memenuhi hasrat‑hasrat pemberontakan dan kebebasan (anarki), maka mulailah ia kehilangan arah. Mulai hilang kekongkritan yang pernah dipunyainya, dan makin ia bersifat petualangan.
Apakah sesungguhnya dasar‑dasar dari aksi massa ? Inilah pertanyaan yang kini harus ditanyakan kembali kepada kita. Pengalaman mengorganisasi aksi massa, mengajarkan pada kita hukum berikul ini : "Bergerak dari persoalan—persoalan yang sederhana, kongkrit, jangka pendek dan personal sampai kepada persoalan‑persoalan yang lebih kompleks, abstrak, jangka panjang dan sistematik".
Arti dari ini adalah bahwa jangan mencampur adukkan dalam satu waktu isu‑isu yang kongkrit dengan yang abstrak. Pada ketika masih dalam tahap melaksanakan aksi‑aksi yang kongkrit serta berjangka pendek, jangan mengacaukannya dengan aksi yang sudah lebih abstrak dan berjangka panjang. Mengapa harus didahulukan aksi‑aksi jangka pendek yang kongkrit ? Karena pengalaman aksi itulah yang mendidik massa. Selain itu bahwa aksi‑aksi jangka pendek berdiri diatas dasar kebenaran yang diterima baik oleh kita sendiri, maupun oleh lawan‑lawan kita. Kebenaran yang juga diterima oleh lawan seperti hukum, undang-undang, ide‑ide, pendapat umum, hak‑hak yang dijamin, dan lain sebagainya. Dengan cara inilah maka aksi massa mendapat suntikan‑suntikan pertama yang membuatnya imun dari serangan lawan. Rejim dimanapun juga, tidak bisa melanggar suatu kebenaran begitu saja; karena pelanggaran terhadap kebenaran umum akan membuatnya menjadi sorotan yang memalukan.
Aksi‑aksi awal yang dilakukan haruslah berangkat dari kebenaran yang diyakini secara umum disebagian besar khalayak.
Aksi‑aksi tersebut akan membuat sulit lawan karena berangkat dari landasan hukum dan ide-iede yang dibuatnya sendiri. Berangkat dari rasa percaya diri inilah, maka massa tidak akan terombang-ambing dalam provokasi dan fitnahan yang dilancarkan pihak lawan. Demikian pula, maka ia akan mampu menarik sebagian lebih besar lagi rombongan yang lain untuk lkut bergabung kedalamnya.
Hal ini sudah dibuktikan sendiri oleh aks.i‑aksi sebelumnya. Dengan demikian rasa was‑was dan keraguan untuk berhasil akan bilang setelah kejadian aksi lewat. Akan tetapi gelombang aksi yang semak in lama semakin besar dan bekerja dimana‑mana akan menempatkan mahasiswa pada posisi yang cukup sulit: Haruskah ini diteruskan untuk maju terus, dan sampai kapan ?
Kenyataan yang berlangsung membuktikan dalil bahwa massa dididik oleh prakteknya sendiri. Dengan demikian selama aksi massa berdiri pada kehendak massa yang sebenarnya, dan yang secara judur harus diakui, bukanlah bikinan beberapa orang saja, maka tidak ada keraguan untuk melanjutkannya. Hanya saja dengan hasil pendidikannya itu sendiri, para pimpinan aksi makin percaya bahwa mereka harus lebin baik lagi dari yang sebelumnya. Artinya keadaan gerakan aksi ini harus makin jelas dalam hal isu, posisi, arah, kepentingan, pembagian kerja, organisasi, dan sifatnya yang lebih kongrit dan tertib.
Hal lain lagi yang perlu diyakini oleh para pimpinan aksi, adalah bahwa ia menganut garis politik rakyat bertindas. Garis po1itik inilah, yang membedakan dengan tegas antara aksi massa yang dimobilisasi atas dasar kepentingan klik politik tertentu atau kepentingan kaum oportunis, dengan aksi massa yang sepenuhnya mengabdi pada rakyat tertindas.
Apakah yang membuatnya berbeda ? Para pimpinan aksi dan peserta aksi menyadari bahwa tanpa keikutsertaan rakyat dalam kegiatan‑kegiatan aksi ini, maka ia dengan mudah dapat terjebak kedalam arus permainan petualangan dan pengendalian yang licik dari kaum oportunis. Membiarkan aksi‑aksi berlanjut tanpa kendali dan pemikiran yang jelas, maka ia mudah masuk dalam petualangan mahasiswa‑mahasiswa kelas menengah yang goyah. Ia makin menjadi tidak efektif bagi perjuangan rakyat. Demikian pula tanpa garis politik yang jelas ini, maka dengan mudah ia jatuh pada klik‑klik dikalangan mahasiswa itu sendiri yang menyebabkannnya gampang dihasut atau dimakan oleh kaum oportunis diluar mereka.
Gerakan mahasiswa sudah belajar banyak mengenai ini. Kaum oportunisme telah dengan berhasil menyelewengkan aksi‑aksi mahasiswa untuk kepentingan mereka dan menyuap sebagian dari pimpinan‑pimpinannya. Dalam saat‑saat seperti itulah, Oportunisme dari intel‑intel militer dan kaum PSI (Partai Sosialis Indonesia) pernah membuat aksi mahasiswa berbelok arah dan keliru. Dan mereka masih terus melakukan politik oportunisnya itu sampai sekarang.
Sesungguhnya rakyatlah yang seharusaya berdampingan dengan mahasiswa dalam setiap kesempatan apapun dari gerakan aksi: tersebut. Bagian yang terpenting dahi aksi massa adalah ketik. rakyat ikut bergabung didalamnya sebagai pelaku‑pelaku penah. Disitulah, mahasiswa akan menjadi heran dan takjub akan organisasi dan kepemimpinan yang dilakukan oleh rakyat itu sendiri. Dalam aksi itu, mereka dengan cepat akan bisa berganti taktik dan belajar cepat. Itu karena mereka telah ditempa oleh penderitaan dan penindasan. Yang Jelas bagi rakyat: Ini adalah perjuangan hidup dan mati yang sebenarnya. Mahasiswa harus menyadari ini, sehingga ia tidak ragu‑raqu dan bisa percaya pada politik rakyat.
Saat ini rakyat sudah menaruh kepercayaan pada mahasiswa, suatu kepercayaan yang muncul karena usaha solirdaritas dari mahasiswa itu sendiri, dan juga karena keadaan rakyat tinggal menunggu matinya! untuk itu mahasiswa harus mampu mengangkat kembali harkat kemanusiaannya, memulihkan kembali api semangat penghabisan itu. Dan janganlah mahasiswa bersikap sombong dan berlagak ingin menopoli dan melakukan aksi sendirian saja, serta membiarkan rakyat menonton kehebatannya dan keberanian mereka. Kepentingan Mahasiswa kelas menengah semacam ini, harus dikikis habis.
Mahasiswa sudah semestinya dapat melakukan aksi massa yang henar, yaitu melakukan aksi bersama‑sama massa yanq terpercaya. Haruslah diadakan pembagian kerja diantara mereka, merumuskan taktik bersama dan melakukan koordinasi dibeberapa tempat secara bersama dan kompak. Dalam hal ini, haruslah dihindari lokalisai yang dikehendaki lawan. Lawan hanya merasa kuat karena ia memiliki dan menguasai situasinya. Tapi ia akan kebingungan bila aksi massa sekaligus melakukan kombinasi taktik yang berbeda yang diluar kehendak mereka.
Yang harus dimengerti oleh sebuah aksi massa adalah berfikir dan bertindak secara kreatif. Janganlah sampai terjebak oleh situasi yang dikehendaki lawan, dan jangan pula ia menuruti secara tidak sadar kemauan politik lawan. Ia harus menyadari bahwa lawan dapat dikalahkan oleh hal-hal yang tak diduganya, yang berada diluar pengalamannya.
Mewujudkan manifestasi demokrasi yang sejelas-jelasnya dapat dilakukan dengan berbagai cara, asalkan terjamin oleh undang-undang dan hukam. Hal ini akan menguntungkan aksi massa tersebut. Saat ini situasinya ada dalam keadaan yang menguntungkan, karena sudah terbentuk opini umum dan internasional yang kuat. Demikian pula, aksi massa yang tertib benar dan pantang mundur akan menarik simpati khalayak umum.
Bila aksi massa ini bisa berangkat sungguh‑sungguh dari garis massa yang benar, barulah ia bisa meningkat maju secara kualitatif !