PERNYATAAN SIKAP
PERGERAKAN RAKYAT KARAWANG (PERAK)
No. 002/PS-PERAK/XII/2011
Tiga minggu menjelang berakhirnya tahun 2011, Indonesia harus merelakan salah satu putra terbaiknya, Sondang Hutagalung. Cara sondang mengakhiri hayatnya merupakan pengorbanan tiada tara bagi masa depan bangsa dan negara ini. Membakar diri yang dilakukannya adalah ekspresi protes keras terhadap rejim inlander SBY-Boediono. Meski Sondang telah mengisaratkan kepada pemerintahan ini, namun solidaritas bagi pengorbanan Sondang yang mengalir deras disetiap penjuru negeri atas nama demokrasi dan kekecewaan mendalam rakyat masih saja direspon dengan tindakan represifitas aparat sebagaimana yang terjadi pada aksi mahasiswa di UBK.
Rentetan kekejian dan represifitas diberbagai belahan katulistiwa yang belakangan diderita oleh rakyat Papua bukan semata-mata stabilitas keamanan negara, namun stabilitas keamanan modal asing. Itulah yang menumbuhkan semangat jibaku seorang Sondang Hutagalung.
Belum genap sepekan rakyat indonesia dan dunia memperingati hari Hak Azasi Manusi (HAM) pada tanggal 10 Desember 2011, dimana telinga rakyat Indonesia diiyangi jerit tangis sodaranya di papua dan masih hangat ingatan seluruh rakyat Indonesia dari peristiwa terbakarnya jiwa dan tubuh Sondang oleh api amarah, kini terungkap pembantaian keji terhadap puluhan petani yang terjadi di Mesuji Lampung. Tragedi HAM ini menambah daptar panjang kekerasan dalam konflik keagrariaan di negeri ini menyusul disahkannya RUU Pengadaan Tanah yang saat ini telah dikodifikasi. Kekerasan di Mesuji memberikan bentuk lain dari segala kekerasan yang terjadi dalam konflik agraria. Kekerasan tersebut berupa perampasan nyawa secara brutal/pembantaian sadis. Ditemukan fakta bahwa pembantaian tersebut berawal dari keserakan PT Silva Inhutani (milik pengusaha Malaysia) yang menyerobot lahan warga/petani yang telah mereka tempati dan garap selama berpuluh-puluh tahun secara turun temurun. Kuatnya dugaan pembantaian yang didalangi oleh PT Silva Inhutani dilengkapi oleh temuan-temuan fakta hukum pelaku pembantaian melalui tangan berlumur darah PAM Swakarsa yang dibekingi aparat kepolisian. Dengan demikian tragedi perenggutan jiwa puluhan petani yang menyayat hati seluruh rakyat Indonesia merupakan cara sistematis dalam upaya mengukuhkan Imperialisme Malaysia sebagai kekuatan utama korporasi perkebunan dunia dalam menjarah sumber kekayaan alam Indonesia yang dibenarkan oleh pemerintah Indonesia sendiri.
Keangkaramurkaan pengusaha berikut PAM Swakarsa yang didukung kesatuan Brimob yang kemudian meletus peristiwa menggetirkan itu senantiasa bersemayam dalam dada setiap rakyat Indonesia. Hak konstitusional kaum tani sebagaimana yang terkandung dalam UUPA no 5 tahun 1960 dan jauhnya lagi UUD 1945 pasal 33, benar-benar telah dicampakkan dan bahkan seakan menjadi sebuah kewajaran yang patut dibenarkan oleh siapa pun selagi kaum pemilik modal (pengusaha) cukup berkemampuan membayar milisi sipil reaksioner seperti PAM Swakarsa dan Aparat represif bersenjata Brimob untuk mencabut nyawa petani satu persatu.
Serangan imperialisme terhadap rakyat Indonesia begitu bertubi-tubi seakan enggan untuk mengakhiri kisah sedih rakyat ditahun ini. Kali ini, giliran kaum buruh yang sepanjang masanya teraniaya oleh sistem kapitalisme harus siap menerima nestapa baru. Setelah kaum pemilik alat produksi berhasil mengikat kaki dan tangan kaum buruh melalui perangkat UUK no 13 tahun 2003, kini dipastikan pemerintah Indonesia dibawah SBY-Boediono memasukan UUK tersebut kedalam daptar revisi perundang-undangan di prolegnas. Tentu saja, revisi yang dimaksud bukan usaha untuk memperbaiki isi aturan tersebut melainkan kepentingan nyata para pengusaha untuk melenyapkan segala pasal yang dinilainya mendisorientasi profitabilitas bisnis mereka seperti peniadaan uang pesangon bagi buruh yang ter-PHK.
Dengan demikian kami Pergerakan Rakyat Karawang (PERAK) menyatakan :
- Mengutuk keras tindakan biadab aparat brimob terhadap petani Mesuji
- Usut tuntas pelaku pembantaian petani Mesuji
- Kembalikan Tanah milik keluarga petani Mesuji
- Aparat kepolisian dan TNI harus keluar dari lingkaran konflik agraria di Indonesia
- Nasionalisasi Perkebunan PT Silva Inhutani
- Bangun Industrialisasi Pertanian yang berlandaskan pada UUPA no 5 tahun 1960 dan UUD 19 45 pasal 33 dan Pancasila.
- Tolak Revisi UUK no 13 tahun 2003 dan lakukan Legal Drafting Undang-undang Perlindungan buruh
Karawang, 20 Desember 2011