1. Pendahuluan
Seperti kita ketahui bersama, satu tahun lalu tepatnya tanggal 20 Oktober 2009, SBY dilantik sebagai President Republik Indonesia untuk periode kedua, setelah kemenanganya pada Pemilu president langsung tahun 2009 yang lalu.
Walaupun kemenangan SBY tersebut seolah dipermukaan terlihat fantastis, akan tetapi banyak digugat dan dipersoalkan oleh banyak berbagai kalangan dari berbagai sisi yang terasa banyak kejanggalan. Kejanggalan dari sisi Etis tentang maraknya politik pencitraan yang lebih banyak mengumbar janji-janji Kampanye surga (memanipulasi program), yang ternyata tidak terealisir hingga hari ini, juga berbagai kritik terhadap metode meraup suara rakyat dengan Politik uang lewat jaringan Bisnis Keluarga Cikeas (Lihat, Buku Gurita Cikeas, Geoge Junus Aditjondro), Korupsi dan penggunaan Anggaran negara dan serangkaian manipulasi lewat system Pemilu, melalui aturan dan surat suara yang telah di desaind sedemikian rupa (operasi senyap), dengan menempatkan orang-orangnya seperti Andi Nurpati di KPU (sebelumnya Anas Urbaningrum).
Artinya, naiknya SBY ketampuk kekuasaan melalui pemilu tahun 2009 lalu, bukannya tanpa meninggalkan persoalan dan masalah bagi system perpolitikan dan nasib bangsa Indonesia yang sedang berproses menuju kondisi yang lebih baik. Hendaknya kita sebagai Mahasiswa harus Objektif dan kritisi dalam membaca setiap persoalan dan fenomena besar yang sedang di hadapi bangsa dan negeri ini.
2. Pemerintahan SBY dan Penetrasi Sistem Neoliberalisme di Indonesia.
Sistem Neoliberalisme yang menyandarkan seluruh tatanan hajat hidup rakyat banyak diserahkan pada mekanisme pasar bebas, dengan meminimalisir campur tangan dan peran Negara, terbukti kian hari justru semakin menajamkan kontradiksi-kontradiski dalam berbagai sector kehidupan rakyat.
Dampak system Neoliberalisme terhadap kesejahteraan rakyat Indonesia terus mengalami kemerosotan, kita bisa saksikan setiap harinya, bagaimana tingkat Kemiskinan, pengangguran, Gizi buruk, Kriminalitas, Kekerasan, rasa Frustasi sosial dan percobaan bunuh diri terus meningkat, bahkan eskalasinya semakin mendalam dan begitu luas kita saksikan dalam kehidupan sehari-hari. Belum lagi ditambah dengan bencana-bencana social yang hamper merata diseluruh negeri terus berlangsung silih berganti.
Seolah pemerintah dalam hal ini Rejim SBY alpha atau tidak hadir atau bersikap masa bodoh dalam serangkaian persoalan yang dihadapi rakyat, yang terjadi secara massif hamper setiap harinya. Kalaupun terlihat melakukan tindakan/kebijakan politik, tak lebih hanyalah bersifat seremonial dan procedural belaka (bagian dari Politik Tebar pesona dan pencitraan), tanpa diikuti dengan tindakan/kebijakan yang lebih nyata dan substantive dalam menyelesaikan dan menyentuh akar persoalan yang dihadapi Rakyat sehari-hari.
Sistem Neoliberal selain menyandarkan diri pada mekanisme pasar bebas, juga mendikte Negara-negara berkembang seperti Indonesia melalui lembaga-lembaga Keuangan dan kerjasama Internasional seperti Word Bank, IMF, IBRD, ADB, G8, ASEAN dan lain-lain, untuk membuka sebebas-bebasnya Sumber daya alamnya untuk di Eksploitasi oleh perusahaan-perusahaan raksasa asing (MNC dan TNC) seperti Free Port, Mobil Oil, Caltec, Chevron dll, yang bergerak diberbagai sector usaha seperti pertembangan, Kehutanan, Perkebunan, Pertanian, Sumberdaya laut dan belakangan di sector-sektor Public Service lainya. sementara negara (Pemerintah SBY) sebagai penjaga modalnya, dari tuntutan-tuntutan rakyat yang merasa diserobot dan disingkirkan serta dirugikan oleh perusahaan-perusahaan raksasa tersebut.
Sistem Neoliberalisme juga terus mendesak pemerintah Indonesia untuk melakukan Privatisasi asset-aset vital Negara (BUMN) seperti Privatisasi PT.Krakatau Steel, PTDI, PT.Angkasa Pura, PT.Indosat, PT.Pelindo, PTPN-PTPN, PT.BNI. PT.Bank Mandiri dll, sebentar lagi asset-aset vital Negara yang tersisa seperti PT.PLN, PDAM, PT.KAI akan segera menyusul untuk dijual kepada asing.
Bisa dibayangkan, jika Sektor-sektor usaha vital yang menyangkut hajat hidup orang banyak dikuasai oleh swasta apa lagi asing, maka harga-harga kebutuhan dasar rakyat yang sudah miskin ini harus diserahkan kepada mekanisme pasar bebas, yang pastinya untuk tujuan dan kepentingan Profit semata.
Sistem Neoliberalisme juga secara meyakinkan telah dan akan semakin mematikan industri dan usaha-usaha kecil dalam negeri (rakyat), seperti pedagang dan pasar-pasar tradisional digusur digantikan oleh Mall-mall besar (modal besar), Industri otomotif dan elektronik dalam negeri serta perbengkelan rakyat di gantikan oleh Industri otomotif raksasa Jepang, AS, Eropa, India dan Malaysia. Indutri kecil makanan dan minuman mulai di kalahkan oleh Perusahaan-perusahaan modal asing, Industri pertanian dan perkebunan dalam negeri, tiap tahunya diserbu oleh produk-produk Impor, dan masih banyak lagi sector-sektor industri dalam negeri yang sedang menunggu ajalnya, Ironisnya ini semua justru didukung oleh pemerintahan SBY, yang mengabdi bagi kepentingan Sistem Neoliberalisme.
3. Kondisi Kehidupan Rakyat dan Potensi-potensi Perlawanan Rakyat
Sesacar umum kondisi kehidupan rakyat dibawah cengkeraman sistem Neolib saat ini mengalami tekanan hidup dan kemiskinan yang kian mendalam. Lapangan pekerjaan dan lapangan usaha serta persaingan di tataran bawah yang dirasa kian sulit, sering sekali memicu Kemarahan dan emosi rakyat, seperti tawuran, bentrokan, bahkan gejala-gejala frustasi sosial sangat mudah kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari makin banyaknya pengemis dan gelandangan yang menghiasi jalan-jalan perkotaan, Pengangguran di pelosok pedesaan dan kota-kota, menjamurnya Pedagang asongan, kaki lima, Pengamen, buruh-buruh bangunan harian lepas, menjamurnya tukang ojek di setiap pinggir jalan, Buruh tani yang tidak punya tanah, Nelayan yang makin sulit mencari ikan, anak-anak putus sekolah dan masih banyak lagi.
Kue Pembangunan ekonomi yang hanya berkisar 20% diperebutkan oleh hampir 85% rakyat miskin dan menengah kebawah di Indonesia. Sementara kue ekonomi yang 80% dinikmati secara bebas oleh kalangan elit Penguasa dan kaum Modal yang jumlahnya tak lebih hanya 15%. Selanjutnya Kita bisa melihat gambaran umum sektor-sektor rakyat sebagai berikut :
A. Sektor Buruh / Kaum Pekerja.
Kaum pekerja di Indonesia saat ini memiliki jumlah yang sangat besar dan merupakan sector yang secara riel menggerakan roda ekonomi Negara. Kaum buruh di Indonesia terbagi kedalam berbagai sector / bidang-bidang pekerjaan seperti Buruh Pabrik (Manufakture), yang berada di kota-kota besar atau kota-kota Industri, umumnya pekerja manufaktur ini jumlahnya cukup besar, yang bidang kerjanya adalah membuat atau memproduksi barang-barang kebutuhan sehari-hari seperti Pabrik Garment dan Tekstil, Sepatu, Makanan dan Minuman, Kimia dan Obat-obatan, Otomotif dan Elektronik, Mebel dan perkayuan, Pabrik Rokok dan tembakau dll. Diluar Buruh Manufaktur ada juga beberapa sector seperti buruh Pertambangan, buruh Transportasi, Perkebunan, Mall, Perbankan, Public service, Perhotelan, Restoran dll.
Secara umum banyak sekali persoalan yang dihadapi kaum pekerja Indonesia saat ini, seperti rendahnya Upah (penetapan upah masih minimum belum upah layak), Kondisi kerja yang buruk, Sistem Outsourching (sub kontrak) yang tidak manusiawi, Jaminan social yang buruk, Jam kerja yang panjang (harus lembur karena upahnya rendah), hak berserikat yang masih dihambat (Union Busting) dll, dihadapan biaya hidup yang terus naik, seperti kebutuhan makan, pakaian, Transportasi, rekreasi dan perumahan yang mahal untuk dijangkau kaum pekerja Indonesia.
Ditengah berbagai persoalan diatas, sampai hari ini kaum buruhlah sektor rakyat yang relatif paling masif dan progersif melakukan perlawanannya, baik terhadap Perusahaan (kaum Modal), maupun terhadap kebijakan pemerintah yang merugikan mereka. Walaupun secara kwantitas perlawanannya masih bersifat tuntutaan Ekonomis menuntut kesejahteraan (seperti menuntut kenaikan Upah, pembayaran THR, Jamsostek, Cuti dll). Umumnya tuntutan kaum buruh dilakukan dengan cara Pemogokan di tempat kerja dan aksi-aksi ke kantor pemerintah seperti Depnaker, DPRD, Kantor Bupati, Gubernur dan Istana Negara. Walau begitu perlawanan kaum buruh sudah mulai mengangkat isyu-isyu Politik seperti penolakan terhadap UU No 13/2003, menolak Privatisasi BUMN, menuntut pemerintah menurunkan harga dan TDL, menuntut SBY mundur, menolak perdagangan bebas dan system Neolib dll.
B. Sektor Petani dan Nelayan.
Kaum Tani dan Nelayan nasibnya tidak jauh berbeda dengan Kaum Buruh, bahkan mungkin lebih terpuruk lagi, mahalnya biaya produksi pertanian seperti pupuk, bibit, alat bajak dan penggilingan bagi hasil pertanian, tak sebanding dengan harga produk-produk pertanian yang di hasilkan. Selain itu Petani Indonesia dibiarkan bertahan dan bertarung sendiri (tanpa insentif dan subsidi pemerintah), menghadapi banjirnya produk-produk pertanian impor dari Negara-negara maju, yang memang disubsidi dan diberikan insentif yang besar oleh negaranya. Belum lagi menghadapi spekulan harga di pasar, mengahadpi rentenir dan sulitnya mendapatkan permodalan untuk meningkatkan produk-produk pertanian, perkebunan dan peternakan bagi kaum Tani. Ditambah lagi dengan bertubi-tubinya bencana alam banjir, tanah longsor, hama tiap tahun yang menghancurkan hasil produk-produk pertanian. Banyak petani yang terus mengalami kerugian dan dipaksa menjual tanah-tanahnya dihadapan system ekonomi neolib. Umumnya generasi muda Petani yang sulit mencari nafkah dan bertahan hidup di pedesaan, memilih berangkat ke Kota atau Luar Negeri untuk mencari pekerjaan, dengan bekal keahlian dan keterampilan yang minim.
Nelayan Indonesia yang jumlahnya cukup besar tinggal di tepi-tepi pantau seluruh kepulauan Indonesia, nasibnya juga tidak lebih beruntung dari Kaum Tani, mahalnya Kapal, Jaring dan alat-alat penangkap ikan membuat jumlah tangkapan dan harga ikan yang mereka hasilkan tak lebih hanya sekedar cukup untuk bertahan hidup. Selain itu mereka dibiarkan bebas bertarung (tanpa insentif dan subsidi Negara) dengan Nelayan-nelayan asing yang memiliki tekhnologi dan modal besar. Dibeberapa daerah para nelayan tradisional ini lahan-lahan usaha dan tempat tinggal mereka justru banyak di gusur oleh perusahaan-perusahaan pertambangan besar, yang limbah-limbah kimianya mematikan habitat ikan sebagai sumber mata pencaharian mereka sehari-hari.
Perlawanan kaum tani dan nelayan walaupun tidak sebesar dan semasif gerakan buruh, dapat kita jumpai setiap harinya di media, umumnya mereka menolak penggusuran lahan, menolak keberadaan perusahaan-perusahaan besar yang mematikan mata pencaharian mereka. meminta pemerintah menurunkan harga pupuk dan bibit, menuntut pemerintah untuk melindungi hasil panen dari para spekulan pasar, meminta pemerintah mengurangi impor pangan, agar hasil pertanian mampu diserap oleh pasar, Meminta subsidi dan permodalan yang murah dan mudah dalam rangka menaikan hasil produksi mereka dan lain-lain.
C. Sektor Mahasiswa
Mahasiswa yang merupakan representasi dari kaum muda, dalam sejarahnya merupakan element perubahan dan pembaharu (AGENT OF CHANGE) dalam mendobrak dan merespon tatanan sistem ekonomi-politik yang merugikan rakyat.
Akan tetapi situasi Mahasiswa di kampus-kampus saat ini terlihat sepi, adem ayem dan pasif, seolah-olah sedang tidak terjadi persoalan di tengah rakyat.
Sistem Neoliberalisme pendidikan yang berlangsung saat ini, seolah-olah menina-bobokan kondisi kehidupan kampus, orientasi perjuangan, kesadaran dan pemikiran Mahasiswa seakan semakin jauh dari realita Kondisi kehidupan rakyat sebagai Ibu Kandungnya.
Mahasiswa saat ini umumnya hanya disibukan dengan aktifitas perkuliahaan saja (kuliah pulang), kalaupun ada beberapa mahasiswa yang aktif di dalam lingkungan kampus, mayoritas hanya terjebak pada aktifitas normatif di kampus yang menyangkut Hobi, seni dan jenis kegiatan kesenangan lainya (Hedonisme Kampus).
Mayoritas kehidupan mahasiswa adalah Individualis, apatis terhadap kegiatan-kegiatan yang menyangkut kehidupan rakyat dan cenderung prakmatis ingin cepat-cepat menyelesaikan kuliah, lalu bekerja.
Tradisi Kelompok study, pers kampus dan kegiatan bersolidaritas di kalangan mahasiswa telah digantikan dengan serangkaian kegiatan karitatif (penggalangan dana, jalan-jalan keluar kota dll).
Padahal persoalan yang dilamai mahasiswa dalam sistem Neoliberalisme pendidikan juga semakin komplek dan sangat merugikan mahasisiwa, seperti :
a. Mahalnya biaya pendidikan (uang semester, buku, Praktikum dll).
b. Otoritarianisme Absen, yang membuat ruang gerak aktifitas mahasiswa sangat terbatas.
c. Sistem kurikulum perkuliahaan yang sangat kaku dan tidak fleksibel (kurikulum pasar), minimnya fasilitas penunjang belajar dan kegitan kemahasiswaan.
d. Organisasi Formal kemahasiswaan seperti BEM, BPM, Senat Mahasiswa yang kurang demokratis, dalam mewakili kepentingan real mahasisiwa (bandingkan dengan bentuk Dewan Mahasiswa “DEMA” yang pernah di pakai tahun 1960- 1970an). Dan lain-lain.
Perlawanan atau aksi dan tuntutan Gerakan mahasiswa walaupun sayup-sayup masih sering terdengar, walaupun tidak sebesar pada era tahun 60, 70 dan membesar pada saat gerakan Mahasiswa 98.
Gerakan Mahasiswa saat ini umumnya lebih banyak terjebak sebatas pada isyu-isyu elite kekuasaan, walaupun masih sering terdengar gerakan mahasiswa yang beberapa aktu lalu aksi menolak kenaikan TDL, harga-harga, kasus korupsi dan kasus skandal Century.
Akan tetapi pola gerakanya sangat fragmentatif, insidental dan lebih banyak terbawa arus pertarungan elite-elite politik.
Maka penting bagi kita untuk merumuskan kembali gerakan mahasiswa kerakyatan dimasa depan. Yang akan menggugat akar persoalan dari tatanan atau sistem ekonomi poliik yang semakin menyengsarakan rakyat banyak.
Diluar ke 4 sektor diatas, masih ada sektor Kaum miskin perkotaan, yang geliat perlawanannya dalam menghadapi penggusuran dan kesewenang-wenangan aparat secara sporadis sering kali kita saksikan di media-media masa.
4. Menata kembali Bangkitnya Gerakan Rakyat dan Perlawanan terhadap sistem Neoliberalisme.
Diatas kita telah mengidentifikasi bahwa pemerintahan SBY saat ini berkuasa di topang oleh suatu sistem Ekonomi-Politik Neoliberalisme, yang makin memiskinkan dan meminggirkan rakyat sebagai pihak yang memiliki kedaulatan penuh atas tanah dan tumpah darah negeri ini.
Maka penting kiranya bagi kita untuk segera merapikan diri bersama sektor-sektor rakyat lainya untuk bahu-membahu berjuang bersama-sama. Tentunya dengan memperkuat keanggotaan Organisasi kita di kampus, dan mulai menghimpun kawan-kawan kita dikampus-kampus lain untuk bergabung, bekerjasama dan belajar bersama-sama dalam wadah FMLK yang sedang kita bangun ini. Terimakasih.