Lentera Desaku yang hilang
kini telah redup
bagai tertiup angin toupu
hingga gelap gulita menyelimuti Desaku
Entah harus ku mulai dari mana
apa dari pejabat pejabat yang korup
apa dari rentenir rentenir pencekik leher rakyat
atau dari Fir'aun yang kejam dan keji
Fenomena Desaku tlah suram
seraya Desaku tenggelam oleh air mata
Kegelisahan kegelisahan terus menghantui rakyat kecil
walau rakyat menjerit, kau diam tak bergeming
Lentera Desaku kini tlah jadi memori
sinarnya yang indah tlah padam
bayang bayangmu yang indah tlah hilang
walau harus mengorbankan keindahannya
Angin apa yang tlah memadamkan lentera Desaku
Badai apa yang tlah menghancurkan lentera Desaku
Gempa apa yang tlah menelan lentera Desaku
yang sekian lama aku jaga
Tuhan
di mana rasa keadilan-MU
di saat kami butuh Kau tak mendengar
di saat kami butuh mu'jizat-MU Kau tak turunkan
Oh, betapa malangnya nasib lentera Desaku
karna ulah tangan tangan Fir'aun yang anarkis
asap hitam pun hilang tertiup angin lalu
dan pelindung LENTERA-ku tlah hancur tertindas
Tuhan, mungkinkah lentera Desaku terlahir kembali
mungkinkah khalifah bijak kan bermunculan
karna kami butuh keindahan lentera Desaku.
*Syair: Tatang Supriatna (Cilamaya), ditulis tahun 2004. Saat itu berusia 24 tahun.